Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Keheningan Itu Penting bagi Manusia?

26 Januari 2023   11:26 Diperbarui: 27 Januari 2023   21:21 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                        (pixabay.com)

"Ketika dunia belum hadir, yang ada hanyalah kekosongan dan keheningan. Maka keheningan adalah hal yang esensial dari seluruh keberadaan alam semesta. Kembali kepada keheningan asali ini adalah hal yang sangat penting."

 

Nyatanya, akibat menyangkal kebenaran ini, manusia mengalami berbagai krisis identitas yang dahsyat. Salah satu tanda krisis orang kontemporer (zaman kini) adalah pendangkalan pemaknaan hidup, yang diakibatkan oleh kurangnya daya reflektif dan daya introspeksi. Di mana-mana orang berlomba-lomba menciptakan hingar bingar yang menusuk telinga, tanpa menyadari bahwa semua itu hanya membuat pencemaran suara dan menimbulkan gangguan dalam tataran ketenangan fisik maupun batin.

Pikiran banyak orang modern cenderung sulit hening, dibelenggu oleh tumpukkan rencana rumit dan khayalan yang kosong, tidak lagi jernih dan fokus. Adakalanya pikirannya penuh dengan curiga dan prasangka, serta berisi berbagai siasat dan trik busuk terhadap sesama. Perasaannya pun sama. Berbagai luka di masa lalu, berbagai perasaan tak enak akibat dilukai sering menghantui dan mengganggu. Begitupun demean berbagai kecemasan akan kelangsungan hidup di hari esok membuat mereka dapat mengalami depresi dan frustrasi.

Dalam bidang kerja, harus diakui bahwa banyak orang zaman kini telah jauh dari keheningan. Manusia terseret dalam roda rutinitas yang terus berputar tanpa jeda dan dipaksa oleh situasi ini untuk berlaku seperti robot. Segala keberhasilan diukur dengan pencapaian material dan daya guna. Duduk diam, hening serta berdoa, justru dipandang sebagai pemborosan waktu karena tidak menghasilkan hal-hal yang dapat dinikmati dan dilihat secara langsung.  Akibatnya,orang memang bekerja namun tak mengerti dan tak mampu memberi makna atas aktifitas kerja itu secara memadai. Pada gilirannya, orang-orang ini mengalami kekeringan dan kekosongan batin.

Semua ini menunjukkan kenyataan bahwa banyak orang zaman kini sulit menyentuh realitas terdalam dari dirinya, sulit untuk menemukan kebenaran terdalam dari hati nuraninya, serta sulit untuk mengadakan kontak dengan Tuhannya.

Tak salah lagi, manusia masa kini sangat membutuhkan keheningan. Keheningan itulah yang sangat dibutuhkan demi pemulihan diri manusia. Memang prasyarat yang terpenting untuk dapat mengenali realitas adalah keheningan. Oleh sebab itu ada pepatah tua yang mengatakan bahwa "keheningan adalah awal dari kebijaksanaan." Sebaliknya, musuh terbesar dari kebijaksanaan adalah keributan dan kegelisahan.

Tidak ada orang bijaksana yang tidak melewati masa-masa hening. Tokoh penting agama-agama seperti Sidharta Gautama (Budha), Yesus Kristus dan Nabi Muhammad sering mengundurkan diri dari keramaian untuk menemukan pencerahan ataupun untuk menerima pewahyuan ilahi. Para ilmuan besar seperti Newton menemukan teori gravitasinya setelah merenung cukup lama di bawah pohon apel.

Dengan keheningan, manusia dapat melihat kebenaran, realitas yang apa adanya tanpa suatu "kabut kepalsuan." Dengan keheningan, seseorang dapat lebih peka untuk mendengarkan diri dan batinnya sendiri, mengenali perasaan-perasaan yang timbul, mampu mengarahkan pemikiran serta mampu mengambil keputusan secara jernih, cepat dan tepat.

Dalam Alkitab dinyatakan bahwa Nabi Elia tidak menemukan Tuhan dalam  dan topan besar, juga tidak dalam gempa bumi yang dahsyat, juga tidak di dalam api, tetapi dalam bunyi nstru sepoi-sepoi basa. Itu berarti, realitas ilahi atau transenden sangat dekat dengan ketenangan dan keheningan. Kegiatan doa pada dasarnya adalah hadir bersama dengan Tuhan di dalam keheningan batin. Batin yang hening justru merupakan doa pujian yang paling indah kepada Tuhan.

Keheningan sendiri memiliki beberapa tataran sebagai berikut:

Keheningan lahiriah: keheningan pada tataran ini meliputi ketiadaan gangguan berupa bunyi-bunyian, gerakan-gerakan ataupun hal-hal lain yang dapat menggangu perhatian panca indera. Dalam tataran ini, seseorang perlu menjauhi kebisingan dan bunyi-bunyian serta gerakan-gerakan tubuh yang berlebihan dan tak perlu. Tak kalah penting, seseorang mesti menjaga dan mengendalikan dirinya untuk lebih berusaha mendengarkan daripada banyak berbicara. Kalau keheningan lahiriah sudah dapat dialami, maka situasi ini akan memudahkan seseorang untuk meraih keheningan yang lebih mendalam yakni keheningan batiniah dan keheningan eksistensial.

Keheningan bathiniah: meliputi keteraturan dan kedamaian pikiran. Pikiran tidak berkeliaran dan gelisah terhadap hal-hal yang dicemaskan. Hati tidak tercabik dan terbelokkan oleh beragam emosi yang merusak konsentrasi dan kekuatan kehendak. Ketika seseorang telah mencapai keheningan lahiriah secara sempurna, ia mungkin akan menemui bahwa hati dan pikirannya masih begitu bergejolak. Ini tanda bahwa batinnya belum hening. Fokus yang baik dan rencana yang teratur dapat membantu seseorang untuk mengendalikan pikirannya sendiri. 

Kemampuan untuk memaafkan masa lalu yang pahit dan bersedia berdamai dengan musuh juga membantu menyembuhkan perasaan yang terluka. Di atas segalanya, manusia perlu memiliki perasaan bersyukur atas apa yang telah ia miliki. Banyak orang selalu gelisah karena memikirkan apa yang belum ia miliki daripada bersyukur atas segala yang telah ia punyai. Orang yang terbiasa menulis pengalaman hariannya dan merenungkan kehidupannya secara teratur dapat dengan mudah mencapai tataran keheningan ini.

Keheningan eksistensial: merupakan keadaan dimana jiwa manusia berada dan berhadapan dengan realitas dirinya yang paling dalam. Seluruh perhatiannya terfokus pada kesadaran diri dihadapan pencipta-Nya. Pada keadaan ini, seseorang mengesampingkan dirinya dari pikiran dan kehendaknya sendiri, menyerahkan diri sepenuhnya untuk diisi oleh kemahakuasaan cinta Tuhan. 

Berbagai nstrument yang dapat dipakai untuk memuluskan keheningan pada tataran ini adalah meditasi, kontemplasi serta doa batin. Dalam keadaan ini, bukan lagi manusia yang aktif dan berbicara, melainkan membiarkan dirinya diam dan mendengarkan Tuhan. Pada tataran ini, bisa saja seseorang menerima ilham atau inspirasi ilahi secara pribadi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun