Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kegaduhan di Tengah Rimba

22 Januari 2023   21:10 Diperbarui: 22 Januari 2023   21:16 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://pixabay.com)

“Kami akan merubah lapangan kering ini menjadi istana yang megah bagi kalian!”

“Kami akan membangun pusat hiburan dan rekreasi di tanah lapang itu, semuanya hanya untuk kalian!”

Aku mencoba mengumpulkan setetes keberanian untuk maju ke depan, tetapi gagal. Padahal, aku yakin sekali bahwa mereka tak lebih dari sekedar perusuh. Mereka berhasil menjinakkan pemimpin desa. Pada akhirnya tanah itu diberikan kepada mereka. Sungguh mengecewakanku. Dada ini terasa sesak.

“Aduh, kampung ini telah dibodohi! Apakah kita mau menerima janji manis mereka begitu saja?” Aku hampir berteriak ketika kata itu kulayangkan ke dalam daun telinga kepala desa siang itu.

“Apa pentingnya tanah kering itu? Toh tidak berguna juga nak,” jelas kepala desa padaku sambil terus mengisap rokok tembakau gulungnya yang panjang dan mengepul-ngepulkan asapnya dengan santai.

“Memang itu rencana mereka! Mereka ingin agar kita menganggap tanah itu tidak berguna!” Seruku sengit.

Kepala desa hanya mengganggap semua lisanku sebagai ocehan bocah kemarin sore. Aku tak berhasil meraih kepercayaannya. Aku kecewa. Galau. Begitu mudah ia percaya kepada orang asing yang bermulut manis daripada kepada warga desanya sendiri. Tanpa banyak kata lagi, aku kembali berlari. Di luar rumah kepala desa, aku berpapasan dengan teman-teman sepermainanku.

“Hai Robert, sebentar lagi, lapangan gersang kita akan berubah menjadi istana yang bagus,” tukas si Andre padaku dengan ekspresi gembira.

Aku makin kesal. Mereka tak mengerti. Setelah menganggap tumbuhan kerdil disamping lapangan itu pohon, kini malah mengharapkan supaya lapangan kering itu perlu disulap oleh pesulap yang sesungguhnya bukan pesulap. Ah, payah…  

   ***  

Tiga bulan telah berlalu dan nampak dari balik gunung sana, sebuah istana merah yang megah, dengan pagar kuningan yang tinggi. Dari dalam tembok lingkungan istana itu terdengar aktifitas penambangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun