Laurence Suryani (Annie) pada satu status sosial medianya mengkonfirmasi bahwa, "Yogyakarta sudah banyak berubah!"
Annie adalah salah seorang yang dulu ketika mahasiswi pernah ngekos di rumah budayawan Y. B. Mangunwijaya di Gang Kuwera nomor empatbelas Yogyakarta.
Yogyakarta sudah banyak berubah dibanding belasan tahun lalu saat Annie dan teman-temannya masih berstatus mahasiswi. Berterimakasihlah kepada perubahan itu, Sahabat! Sebab perubahan adalah keniscayaan dan justru dialah yang membuat Kenanganmenjadi terasa 'mewah' dan 'istimewa'. Nostalgia menjadi terasa lezat, gurih, enak, dan perlu.
Berterimakasilah kepada perubahan! Karena dia membuat Anda serasa bergegas merantau kembali ke masa silam. Memeriksa lapisan-lapisan kenangan yang tersusun rapi di laci waktu.
Memeriksa lapisan kenangan yang orisinil, unik, klasik, yang karena perubahan tidak kau temukan lagi wujud asli dari sesuatu yang pernah hinggap pada panca inderamu dan singgah di pribadimu. Itulah alasan mengapa kenangan itu membuat melonjak adrenalin di sekujur tubuhmu dan ingin sesegera mungkin melakoni berjumpa sang masa lalu.
Perubahan dan waktu membuatmu berjarak dengan sang masa lalu, dan jarak itu membuat rindumu bergelora dan rerimbunan kerinduan itulah yang memprovokasi 'rasa ingin menjenguk lagi' muncul membahana gegap gempita di pikiran dan di hatimu untuk merantau meninjau masa silam tempat sang kenangan bersemayam dan menyimpan segala perbuatanmu di saat itu, membuatmu ingin meraihnya dan membangun rasa memiliki atas masa lalu dan kau antusias ingin membagikan kenangan itu kepada khalayak ramai, kepada masyarakat.
Kenangan adalah berlaksa ingatan yang membuatmu betah memperbincangkannya berlama-lama dengan teman-teman dan orang seantero semesta.
Memeriksa lalu-lintas perbincangan pada berbagai jalan raya sosial media, saya tidak (belum) menemukan perbincangan yang heboh dan terukur intens di antara mantan anak kos dari kos-kos lainnya yang seheboh, seterukur, dan seintens kos Kuwera 14.
Alumni kos Kuwera 14, mereka bukan cuma bersay hello di sosmed melainkan guyub dan (selalu ada rasa ingin) bereuni, serasa kos Kuwera adalah sekolah dan mereka adalah alumni yang tetap teringat almamaternya.
Pertanyaannya apakah karena Sang Bapak Kos adalah manusia super baik, apakah pengaruh nama besar dan ketokohan bapak kos menghebatkan kesan di benak pikiran 'para alumni' untuk selalu ingin berinteraksi lagi dengan masa lalu mereka di Kuwera 14?
Ada sebuah realitas penting: ketika Romo Mangun turun tangan secara langsung cawe-cawe ngurusi anak-anak kosnya. Ini tidak bisa berhenti sekadar memaknai kebersahajaannya. Jauh melebihi dari sekadar itu. Perlu merenung supaya bisa merebut alasan apa yang melatari Sang Bapak Kos melakoni terjun sendiri mengemong anak-anak kosnya.