Mohon tunggu...
Lukman Darwis
Lukman Darwis Mohon Tunggu... Wiraswasta - masyarakat biasa yang suka informasi

Simpel, Selalu Berpikir Positif

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pertahankan Sistem Pemilu

29 Januari 2017   19:28 Diperbarui: 29 Januari 2017   19:47 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu 2019 tinggal sekitar 2,5 tahun lagi, bagi stakeholder pemilu bukanlah waktu yang lama lagi mengingat dalam rentang waktu ini para stakeholder akan tersita pada kegiatan pemilukada serentak yang baru masuk pada tahap ke dua. Ada harapan besar terhadap pelaksanaan pemilu 2019 sebagai pemilu yang dilaksanakan bukan lagi dalam koridor demokrasi transisi melainkan sudah menjadi pencerminan demokrasi indonesia yang permanen. Harapan besar ini cukup beralasan mengingat pasca reformasi kita telah melaksanakan 4 kali pemilu legislatif, 3 kali pemilu presiden yang dilaksanakan secara langsung ditambah lagi dengan pemilukada yang memasuki periode ketiga.

Laksana sebuah ungkapan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, jadi bila kita berkaca pelaksanaan dari pemilu ke pemilu maka seharusnya menjadi pelajaran bagi semua stakeholder untuk membawa pemilu kedepan lebih baik lagi. Perbaikan sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu diperlukan berkaca pada kelemahan dan kelebihan dari sistem dan pemyelenggaraan pemilu sebelumnya dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pemilu sekaligus meningkatkan kualitas demokrasi. Menurut Mahfud MD (2012) Indeks demokrasi Indonesia saat ini dinilai tak berada dalam kategori buruk tetapi juga tidak terlalu baik, bahkan Indonesia dijadikan sebagai salah satu negara di asia dengan tolak ukur sistem demokrasi yang memadai. Apresiasi negara lain terhadap demokrasi di negara kita harusnya menjadi cambuk untuk menciptakan pemilu 2019 lebih baik lagi

Awa tahun ini, isu-isu pemilu mulai kembali marak didiskusikan diberbagai media, khususnya terkait dengan RUU Pemilu 2019. Menurut Anggota Tim Pakar Pemerintah dalam Penyusunan Rancangan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu Dani Syarifuddin Nawawi, menatakan ada 13 isu krusial yang akan dibahas dalam RUU Pemilu 2019, diantaranya sistem pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, tahapan pemilu, ambang batas parlemen, metode konversi suara ke kursi, penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi, serta pencalonan presiden dan wakil presisden, kampanye, jumlah pemilih disetiap tempat pemungutan suara, surat suara pemilu legislatif dan presiden, penguatan kelembagaan, kewenangan, tata kelola penyelenggara pemilu, serta peran serta pemerintah pusat dan daerah (tempo.co).

Dari beberapa isu tersebut, salah satu isu yang akan menyita perhatian dengan penuh perdebatan bagi wakil kita disenayan adalah penggunaan sistem pemilu. Hal ini terkait adanya perbedaan pandangan wakil kita terhadap sistem pemilu yang selama ini berlangsung, ada yang ingin mempertahankan proporsional terbuka dengan sistem suara terbanyak dan yang ingin kembali pada proporsional terbuka dan ditentukan nomor urut untuk penentua calon terpilih. Tarik ulur dalam pembahasan sistem pemilu tidak lepas dari kepentingan partai politik maupun calon dalam perebutan kursi dalam pemilu mengingat sistem pemilu merupakan seperangkat variabel yang mengatur kontestasi perebutan kekuasaan.

Di Indonesia sistem pemilihan anggota legislatif dikenal ada dua, yaitu sistem distrik berwakil banyak untuk memilih anggota DPD dan sistem proporsional untuk memilih anggota DPR, DPRD Kabupaten/kota. Sistem proporsional adalah suatu sistem pemilu dimana perbandingan antara perolehan suara partai politik sebanding dengan perolehan kursi di legislastif. Selanjutnya sistem ini terbagi lagi menjadi sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka. Kedua sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan.

Sistem proporsional tertutup adalah suatu sistem dimana pemilih hanya memilih partai, sementara yang terpilih ditentukan oleh partai berdasarkan nomor urut calon yang telah ditentukan oleh partai politik. Kelebihan dari sistem ini adalah lebih sederhana, pemilih cukup memilih partai, peran partai politik lebih dominan karena menentukan posisi calon yang berkualitas pada nomor urut jadi. Namun kelebihan tersebut sekaligus menjadi kelemahan diantaranya pemilih terkesan memilih kucing dalam karung. Hubungan yang terbentuk adalah lebih dominan hubungan antara pemilih dengan partai politik. Pemilih tidak memiliki hubungan langsung dengan para calon. Para calon tidak jadi tidak aktif dalam melakukan sosialisasi ke pemilih, timbulnya konflik antar calon dalam satu partai politik akibat perebutan nomor urut, bahkan diindikasin sistem ini menjadi salah satu penyebab kurangnya tingkat partisipasi pemilih.

Sistem proporsional terbuka merupakan sistem dimana pemilih dapat menentukan calon yang terpilih walaupun agak rumit tetapi antara calon dengan pemilih memiliki hubungan yang dekat karena para calon aktif melakukan sosialisasi ke masyarakat, tingkat partisipasi pemilih lebih baik, kegiatan pemilu lebih semarak. Kelemahannya peran partai politik yang kurang, presentasi terpilihnya calon yang lebih populer tetapi tidak berkualitas lebih besar, timbulnya persaingan tidak sehat antar calon dalam satu partai politik, adanya ruang bagi peserta melakukan praktek money politic.

Bagaimana Pemilu 2019? Dalam RUU Pemilu 2019 yang telah diserahkan oleh pemerintah ke DPR pada hari Jumat 21/10/2016 yang lalu khususnya pada pasal 138 ayat (2) “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas”. Pada ayat 3 “Sistem proporsional terbuka terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sistem pemilu yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut yang terikat berdasarkan penetapan partai politik”. Selanjutnya pada pasal 401 “ Penetapan calon terpilih anggota legislatif dari partai politik peserta pemilu di dasarkan pada perolehan kursi disuatu daerah pemilihan, ditetapkan berdasarkan nomor urut calon sesuai urutan yang tercantum pada surat suara”(Kompas.com).

Kita belum tahu pasti apa yang dimaksud sistem proporsional terbuka terbatas sebagaimana yang dimaksud pada pasal 138 (2) diatas karena belum ada landasan hukum yang memberikan petunjuk teknis terkait dengan penjelasan sistem tersebut. Namun bila dihubungkan dengan pasal 401 maka kemungkinan sistem pemilu yang ditawarkan dalam RUU tersebut hampir sama dengan sistem proporsional terbuka pada pemilu 2004. Pada pemilu 2004 sistem ini tidak murni menggunakan suara terbanyak untuk penetapan calon terpilih tetapi masih dibatasi oleh angka BPP (bilangan pembagi pemilihan). Dalam artian ketika partai politik memperoleh kursi dalam suatu daerah pemilihan maka calon yang berhak menduduki kursi tersebut adalah calon yang memilki suara yang mencapai BPP. Bila tidak ada maka kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut.

Apa yang ditawarkan pemerintah dalam RUU Pemilu tersebut bukanlah inskonstitusional karena dalam UUD 1945 tidak menentukan sistem pemilihan apa yang harus diterapkan, apalagi kedua siatem pemilu itu memilki plus minus. Namun bila kita mengacu pada prinsip kedaulatan rakyat yang telah ditafsirkan melalui putusan MK, sistem yang harus dipilih adalah sistem yang memberikan penghargaan dan penilaian tertinggi terhadap suara pemilih yang tidak boleh distorsi oleh peran partai politik (Gaffar JM, 2012) sehingga bila partai politik menyepakati sistem pemilu dalam RUU ini, maka terjadi langkah mundur dalam demokrasi kita di pemilu 2019 nanti.

Alasan lain yang perlu dipertimbangkan untuk tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka dengan sistem suara terbanyak adalah prinsip kedaulatan berada ditangan rakyat. Pengakuan atas kedaulatan rakyat mengharuskan pula adanya pengakuan bahwa sesungguhnya pemerintahan yang hendak dibentuk adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Perwujudan dari ini, penggunaan sistem pemilu proporsional terbuka dengan suara terbanyak adalah sistem yang paling mampu mengekspresikan dan melembagakan kehendak rakyat baik dari sisi pejabat yang dipilih maupun dari sisi kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh para pejabat tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun