Di Kotamadya Depok, Jawa Barat, saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya pada 1996 silam. Kala itu mengisi waktu liburan SMP. Saat Depok masih berstatus Kota Administratif (Kotif) dan masuk wilayah Kabupaten Bogor sebelum resmi menyandang Kotamadya pada 1999. Dua tahun kemudian, tepatnya 2001, saya kembali ke Depok dan kali ini langsung mengurus KTP dan resmi menjadi warga Depok hingga 2006.
Dari 2006, saya kemudian "merantau" ke Jakarta hingga pada 2015 akhirnya kembali lagi ke Depok dan menetap hingga sekarang. Bagi saya, Depok sudah menjadi tempat menetap yang sangat akrab. Terlebih, keluarga besar hampir seratus persen juga menetap di wilayah berjuluk Kota Belimbing ini. Depok adalah rumah kedua bagi saya setelah kampung halaman tercinta nun jauh di mata.
Nah, selama menjadi warga Depok hingga datangnya era Pilkada langsung, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi parpol yang cukup menarik dicermati. Betapa tidak, PKS mampu mempertahankan kedigdayaannya selama 3 periode berturut-turut atau selama 15 tahun. Dimulai dari 2006 saat kader PKS yakni Nur Mahmudi Ismail memulai cengkeramannya hingga dua periode.
Berikutnya, Mohammad Idris yang sebelumnya menjabat Wakil Wali Kota mendampingi Nur Mahmudi pada periode kedua, kembali merebut kemenangan pada 2015. Kini, berdasarkan hitung cepat sejumlah lembaga survei, pasangan Idris-Imam disebut meraih kemenangan atas rivalnya Pradi-Afifah. Suara kemenangan yang diperoleh Idris memang belum bisa dipastikan sebelum KPUD Depok mengumumkan secara resmi.
Akan tetapi, dengan perbedaan suara sekitar 10 persen berdasarkan hasil hitung cepat, rasanya sulit untuk mengejar ketertinggalan Pradi-Afifah. Akan berbeda ceritanya apabila perbedaan suara versi hitung cepat berada di kisaran 1-5 persen, yang kemungkinan besar bisa saja berubah.
PKS Sakti Banget
Dengan kemenangan berturut-turut itu, tak salah apabila Depok kemudian dijuluki "kandang PKS", mirip Solo yang berjuluk "kandang banteng". Harus diakui, Pilkada Depok 2020 ini awalnya diprediksi akan dimenangi oleh koalisi gemuk yang dibangun Gerindra dan PDIP. Alhasil, media massa seperti turut berpihak kepada pasangan Pradi-Afifah hingga menciptakan 'hawa politik' yang ternyata justru mematikan.
Terbukti, PKS yang hanya dibantu Demokrat dan PPP mampu menumbangkan pemilik mayoritas kursi di DPRD Depok seperti Gerindra, PDIP, Golkar, PKB, PAN, hingga PSI. Koalisi gemuk yang dikomandoi Gerindra ternyata masih mampu ditumbangkan koalisi PKS. Hal inilah yang menurut saya bisa dikatakan sebagai sebuah kejutan politik.
Ternyata, melawan PKS di Depok tidak semudah Gibran Rakabuming Raka yang memborong suara hingga 85 persen di Kota Solo. Atau seperti Bobby Nasution yang sukses menjungkalkan Akhyar Nasution di Kota Medan dengan perolehan suara hingga 55 persen. Padahal, pasangan Pradi-Afifah bukan sembarangan tokoh. Pradi adalah petahana Wakil Wali Kota sementara Afifah merupakan kader PDIP yang sudah pernah bertarung untuk mengejar kursi DPR Senayan.
Lalu apa sih rahasia PKS mampu mempertahankan kekuasaannya di Kota Depok? Sungguh saya tidak tahu karena saya bukan kader PKS. Tapi kalau boleh menebak-nebak, kaderisasi PKS sepertinya sangat rapi dan hampir tidak terdeteksi oleh pihak lawan. PKS di Depok sakti banget, pokoknya.