Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Jalan, Pak Dosen Fajar Setiawan Roekminto

14 Mei 2020   01:21 Diperbarui: 14 Mei 2020   01:41 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fajar Setiawan Roekminto (Foto: Facebook/Fajar Terus)

"Berita duka cita. Telah berpulang ke rumah Bapa di Surga,Bapak Fajar Roekminto pada hari rabu tanggal 13 Mei 2020 pukul 19.00 WIB. Jenazah akan disemayamkan di rumah duka Jl. Gatot Subroto No 22. Sukoharjo, Jawa Tengah. Kiranya Tuhan Yesus memberikan kekuatan dan penghiburan bagi istri dan keluarga yang ditinggalkan.
#RIP
#FSUKI"

Begitulah isi pesan dalam grup Whatsapp Alumni Fakultas Sastra UKI, malam ini. Sebuah berita yang sangat tidak enak didengar di tengah situasi saat ini. Namun takdir berkata lain, tak satupun yang berhak untuk menolak.

Pak Fajar adalah tipe dosen yang sangat gaul, dekat dengan semua mahasiswanya. Junior hingga senior kampus dirangkulnya. Tak pernah pilih-pilih, siapapun cepat akrab dengannya. Merokok sambil ngopi adalah pemandangan yang biasa bagi Fajar bersama mahasiswanya. Apalagi, Pak Fajar adalah asli Solo, yang dikenal sangat ramah dan mudah bergaul.

Fajar adalah salah satu dosen yang amat mencintai dunia sastra, khususnya Sastra Inggris. Mungkin ada yang mengira belajar Sastra Inggris adalah sama saja dengan belajar bahasa Inggris. Jelas, itu penilaian keliru. Tidak sesederhana itu.

"Kalau kau hanya mau bisa ngomong bahasa Inggris, mending kursus saja. Pasti bisa," begitulah ucapan Fajar saat mulai masuk ke topik obrolan yang lebih serius.

Sastra Inggris, juga sastra yang lain, lebih dari itu. Tak sekadar bagaimana cara menulis dan berbicara dalam berbahasa Inggris. Belajar sastra, menurut saya, mirip-mirip belajar filsafat. Menggali sesuatu untuk mencapai suatu pemahaman yang sama sekali 'tak ada duitnya'. Hidup di awang-awang tanpa tujuan komersil sedikitpun. Yang ada, hanya kepuasan batin semata. Tak lebih.

Pak Fajar, begitu ia disapa, kemudian tampil sebagai dosen yang ingin mengubah wajah FS UKI Jakarta menjadi fakultas yang betul-betul mencintai dunia sastra. Caranya, mengajak mahasiswa untuk aktif melakukan berbagai kegiatan. Dari kegiatan seminar, pementasan drama, hingga menerbitkan tabloid.

Jaringan ke dunia luar ikut dibuka Fajar. Antara lain menjalin komunikasi dengan berbagai tokoh-tokoh sastra di Indonesia maupun dari mancanegara. Ia memboyong para tokoh sastra itu ke dalam kampus, memberikan ceramah maupun seminar. Antara lain, Arswendo Atmowiloto dan Butet Kartaredjasa.

Suatu ketika, setelah lulus dari UKI, saya pernah bertandang ke kampus. Sekadar bernostalgia. Juga ingin mengucapkan selamat kepada Pak Fajar setelah diangkat menjadi Dekan Fakultas Sastra. Kami mengobrol seperti biasa, ditemani kopi dan kepulan asap rokok.

"Kau biang keroknya ini, saya akhirnya diminta Pak Maruli jadi dekan," ucap Pak Fajar yang membuatku sedikit kaget lalu tertawa. "Udah mainkan aja, Pak," jawabku lagi.

Saat Rektor UKI dipercayakan kepada Bang Maruli Gultom (alumni Teknik Mesin UKI), beliau memang pernah bertanya kepada saya tentang siapa sosok yang tepat diangkat sebagai Dekan FS. Pertanyaan itu kujawab dengan cepat: Pak Fajar. Entah kebetulan atau tidak, usulan saya itu ternyata diterima oleh Bang Maruli. Jadilah Pak Fajar dilantik sebagai Dekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun