Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Wiranto Menghitung Hari di Kabinet Jokowi

1 Agustus 2019   00:25 Diperbarui: 1 Agustus 2019   00:30 3923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkopolhukam Wiranto (Tribunnews.com)

Wiranto tak bakal masuk kabinet Jokowi lagi. Bintangnya meredup, eranya sudah habis. Bagaimana menurut Anda? Kalau saya sih "yes". Pengabdian Wiranto telah purna. Tiba saatnya menghabiskan waktu di hari tua, momong cucu. Nanti, usai pelantikan Presiden Jokowi, 20 Oktober 2019.

Terdapat tiga penyebab utama kenapa Wiranto tak akan kembali mendampingi Jokowi. Pertama, kegagalan Hanura masuk Senayan, partai politik yang didirikan Wiranto. Daya tawar politik Wiranto sangat lemah saat berhadapan dengan rekan koalisi pengusung Jokowi-Amin.

Hanura, yang pada Pileg 2014 berada di urutan buncit, hanya mendapat dua kursi menteri di kabinet pertama Jokowi. Bahkan, berkurang menjadi hanya satu kursi ketika Golkar akhirnya bergabung dengan kabinet Jokowi. Satu kursi itulah yang akhirnya diambil sendiri oleh Wiranto. Ketimbang tidak sama sekali.

Di Pemilu 2019, Hanura tak bernasib baik. Tak mampu mengumpulkan ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Maka penghuni parlemen nanti akan berkurang satu. Dari sepuluh parpol menjadi sembilan parpol. Minus Hanura.

Dengan hilangnya kekuatan di parlemen itu, Wiranto pasti kena imbasnya. Itu dia, dicoret Jokowi dari daftar menteri. Itulah realitas politik yang mau tak mau harus diakui Wiranto.

Kedua, bersinarnya nama Kepala BIN Budi Gunawan. Desas-desus beredar, Budi merupakan sosok penting di balik pertemuan Jokowi-Prabowo yang sangat menghebohkan itu. Maka sebagai balas budi, pos Menkopolhukam yang kini ditempati Wiranto sangat mungkin diberikan kepada Budi.

Jabatan Menkopolhukam lazimnya memang selalu diisi pensiunan militer, bukan polisi seperti Budi. Tetapi di era Jokowi, segalanya sangat mungkin. Contohnya, Jenderal Tito Karnavian yang diangkat sebagai Kapolri meski masih tergolong "muda".

Itu belum termasuk Moeldoko yang juga ikut berkeringat memenangkan Jokowi-Amin. Sebagai mantan Panglima TNI, Jenderal Moeldoko pun sangat berpeluang menggeser Wiranto. Sehingga kandidat pengganti Wiranto kini menjadi dua orang. Budi atau Moeldoko.

Ketiga, rekonsiliasi Jokowi-Prabowo yang sangat mungkin berujung pada masuknya Gerindra ke dalam koalisi. 

Konsekuensinya, jatah menteri pendukung Jokowi-Amin akan dikurangi. Jangankan Hanura, parpol lain seperti Golkar, NasDem, PKB, PPP, juga pasti berkurang. Tapi bisa juga jatah PDIP yang akan dikonversi ke Gerindra. Tapi yang jelas, jika Gerindra masuk kabinet, Hanura sudah pasti tak berdaya lagi.

Itulah tiga penyebab utama kenapa Wiranto sangat mungkin mengakhiri pengabdian di kabinet Jokowi. Pun begitu, semua tergantung Jokowi sebagai pemegang hak prerogatif. Tak satupun yang berhak menentukan kecuali Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun