Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Seperti Latus, Demi Kekuasaan Tega Salibkan Yesus

29 Maret 2018   00:33 Diperbarui: 29 Maret 2018   01:20 1613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Paskah (Amazon.com)

Salah satu kisah yang selalu diceritakan ulang pada setiap Perayaan Paskah setiap tahunnya adalah tentang bagaimana Yesus mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Setiap tahun, peringatan Paskah selalu jatuh di hari Jumat sementara kebangkitan Yesus di hari ketiga bertepatan dengan hari Minggu. Padahal sebetulnya, Paskah di era Yesus merupakan tradisi orang Yahudi. Sehingga tidak ada kaitannya kenapa orang Kristen selalu beribadah setiap hari Minggu. Itu dua hal yang berbeda.

Barangkali yang juga sering luput dari khotbah-khotbah pada hari Paskah adalah tentang kisah Pontius Pilatus yang akhirnya tega menyalibkan Yesus. Tetapi untuk selanjutnya, Pilatus saya singkat menjadi Latus saja.

Ini demi kenyamanan pembaca dari kalangan Batak (Toba) karena dalam pelafalan nama itu cukup rentan dengan salah satu organ vital pria. Latus juga sudah menjadi terjemahan resmi Alkitab berbahasa Batak.

Latus yang berkuasa sejak 26 Masehi merupakan perwakilan pemerintahan Romawi yang berpusat di Roma. Kekuasaan Latus mencakup wilayah Yudea dan Samaria. Kala itu, wilayah Yerusalem dan sekitarnya (atau Israel sekarang) masuk dalam kekuasaan Romawi di bawah pemerintahan Kaisar Tiberius yang berkedudukan di Roma. Maka Latus adalah perwakilan yang sering juga disebut sebagai Gubernur yang tunduk pada Kaisar Tiberius. Adapun seluruh kehidupan Yesus sejak lahir, mengajar, hingga menjemput ajal terjadi pada zaman kekuasaan Romawi.

Demi kekuasaan, Latus akhirnya tega menyalibkan Yesus. Itulah salah satu pelajaran penting yang layak direnungkan dalam setiap perayaan Paskah. Latus sendiri mengakui bahwa dia tidak menemukan apa sesungguhnya kesalahan Yesus. Tiga tuduhan orang Yahudi kepada Yesus yakni menyesatkan rakyat, melarang orang membayar pajak, dan menyebut diriNya adalah Raja (Lukas 23:1-2), sulit dibuktikan oleh Latus.

Latus mencoba jalan tengah dengan menawarkan agar Yesus diadili sesuai hukum adat Yahudi. Tetapi, tawaran itu ditolak. Bujukan Latus agar Yesus mendapat pengampunan dalam rangka perayaan Paskah Yahudi juga ditolak. Sebaliknya, Barnabas yang seorang tahanan dengan kasus berat justru mendapat berkah, dibebaskan dalam rangka perayaan Paskah. Singkatnya, Latus takluk di bawah tekanan para pemuka dan massa Yahudi.

Dalam konteks politik kekuasaan, Latus ternyata lebih "sayang" terhadap jabatannya sebagai Gubernur Yudea ketimbang membebaskan orang (Yesus) yang dalam penilaiannya sendiri tidak bersalah. Latus terjebak di antara tekanan massa dan kekuasaan. Dia khawatir, seandainya bersikukuh membebaskan Yesus justru berpotensi menimbulkan kericuhan massa Yahudi. Selanjutnya, kericuhan massa itu akan dilaporkan kepada Kaisar Tiberius yang tentu saja akan berujung pada pencopotan Latus sebagai Gubernur Yudea.

Pertimbangan kekuasaan itulah yang sebenarnya membuat Latus terpaksa mengikuti kehendak massa Yahudi. Terlepas dari penilaian Yahudi terhadap Yesus, yang jelas Latus terbukti takluk di bawah kekuasaan massa. Khawatir kehilangan jabatan, Latus pun menyetujui hukuman penyaliban kepada Yesus.

Walau begitu, sejarah perjalanan Yesus ternyata lebih diagungkan hingga kini. Bukan lagi tentang bagaimana Latus berusaha mempertahankan jabatannya. Sedangkan secara teologis, kematian Yesus di kayu salib dimaknai sebagai sebuah pengorbanan Yesus demi menebus dosa manusia. Yesus tidak pernah menyesali alur perjalanan hidupnya. Sebab semuanya memang sudah ditakdirkan.

Makna Kasih Paskah Masa Kini

Di era sekarang, kisah Latus dan Yesus masih tetap relevan. Tentang bagaimana seorang pemimpin yang seyogianya mau berkorban demi kebenaran seringkali diabaikan dengan melanggengkan kekuasaannya. Bahkan tak usah jauh-jauh ke level pemimpin, masyarakat awam sekalipun kini sudah apatis atau mungkin juga takut menyuarakan kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun