Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompasiana Kian Dicinta, Ini Buktinya

16 Desember 2017   02:44 Diperbarui: 16 Desember 2017   02:49 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasiana kian dicinta. Begitulah kesimpulan saya setelah membaca "Surat Protes" dari banyak Kompasianer. Ini bukan sedang berusaha mendinginkan suasana atau ingin memuja Kompasiana. Tidak, sama sekali bukan itu. Lalu apa dong. Begini ceritanya:

(ngopi dulu, ngudud juga oke)

Dalam tradisi media massa, sependek pengalaman saya, salah satu indikator media massa disebut telah memiliki nilai jual di tengah publik dibuktikan dengan adanya kiriman "Surat Pembaca".  Maka, bukan main senangnya redaksi sebuah media apabila dikirimi sepucuk "Surat Pembaca".

Bayangkan, sebuah media cetak dengan oplah 5 ribu eksemplar, misalnya, di dalamnya tidak terdapat kolom "Surat Pembaca". Itu berarti media tersebut tidak mendapat tempat di hati pembaca sebagai saluran untuk menuangkan unek-unek. Padahal, salah satu fungsi media massa adalah sebagai jembatan antara masyarakat dengan pemangku kepentingan.

Bayangkan lagi, sebuah media cetak dengan oplah hanya 500 eksemplar, contohnya, tetapi setiap terbit selalu memuat kolom "Surat Pembaca". Maka bisa disimpulkan media tersebut telah dipercayai pembaca sebagai media penyambung unek-unek.

Kira-kira, dari bayangkan dan bayangkan lagi di atas, media mana yang paling berpengaruh? Menurut saya adalah yang kedua. Jumlah pembaca ataupun oplah memang dibutuhkan, tetapi yang paling diperlukan adalah seberapa besar dampak yang dihasilkan atas tulisan ataupun berita yang dimuat di media massa tersebut? Di situlah bagian terpentingnya.

Kemudian, indikator sebuah media massa disebut sukses, juga dibuktikan dengan kedatangan "Surat Protes" dari pembaca maupun pemangku kepentingan lainnya ke meja redaksi. Nah, inilah yang sedang terjadi saat ini. Kompasianer ternyata sudah sangat kritis terhadap kinerja para punggawa Kompasiana. Statistik pembaca, Nilai Tertinggi, Terpopuler, sesungguhnya telah mendapat tempat di hati Kompasianer.

Bayangkan, jika Kompasianer tidak peduli terhadap angka-angka statistik jumlah pembaca artikelnya, maka sesungguhnya Kompasiana tinggal menunggu waktu untuk ditinggalkan. Tetapi yang justru terjadi saat ini adalah betapa Kompasianer sangat peduli terhadap angka statistik itu.

Bayangkan lagi, seandainya Kompasianer yang rajin menulis hingga ratusan artikel per bulan, tetapi tidak menghitung jumlah artikelnya dengan Kompasianer lainnya, maka Kompasiana sejatinya telah dianggap hanya sekadar "gudang" artikel saja. Namun yang terjadi adalah Kompasiana diharapkan menghadirkan "persaingan sehat" di antara Kompasianer melalui penghitungan jumlah artikel dengan cermat.

Kalau begitu, dari bayangkan dan bayangkan lagi di atas, mana yang harus diperbaiki Kompasiana? Menurut saya, adalah keduanya. Punggawa Kompasiana sudah selayaknya berterimakasih kepada Kompasianer atas mampirnya "Surat Protes" itu. Dan, perbaikan harus sesegera mungkin dilaksanakan.

Sebab, itulah tandanya bahwa Kompasiana memang kian dicinta.

(Yuk, akhiri lagi dengan ngudud. Kopinya sudah habis, bah...)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun