Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

156 Tahun HKBP: Perjalanan Panjang Gereja Warisan Nommensen

6 Oktober 2017   22:09 Diperbarui: 6 Oktober 2017   22:35 10397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Pusat HKBP (sinartapanuli.com)

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) genap berusia 156 tahun pada Sabtu, 7 Oktober 2017. Di umur yang sudah tergolong tua tersebut, penyebaran jemaat dan gereja HKBP sudah terdapat di hampir seluruh Indonesia maupun dunia. Jemaat dan gereja HKBP kini dengan mudah ditemui di setiap kota di Indonesia. Dari Sabang hingga Merauke. Di mancanegara, keberadaan jemaat dan gereja HKBP juga terus mengalami pertumbuhan. Terbukti dengan sejumlah gereja HKBP yang bisa ditemui di kota besar dunia seperti Singapura, Tokyo, Amerika Serikat, dan khususnya di Jerman.

Jerman menjadi istimewa dan selalu  identik dengan HKBP. Itu tak lain karena puncak berdirinya HKBP di tanah Batak diletakkan oleh misionaris asal Jerman, Ingwer Ludwig Nommensen pada 7 Oktober 1861 silam. Nommensen, yang belakangan diabadikan menjadi nama perguruan tinggi milik HKBP di Medan, merupakan tokoh yang telah menjelma sebagai "Rasul" bagi mayoritas orang Batak. Dialah yang menjadi Ephorus pertama HKBP (pimpinan tertinggi) sebelum diserahkan kepada orang Batak yang dinilai telah mampu memimpin HKBP.

Itu pula yang menjadi latarbelakang kenapa orang Batak cenderung mendukung Timnas sepakbola Jerman dalam setiap ajang Piala Eropa maupun Piala Dunia. Ada semacam ikatan primordialisme yang hadir di sana. Jerman melalui Nommensen dianggap telah membawa orang Batak keluar dari belenggu animisme menuju masyarakat yang mengenal Tuhan (Protestan).

Namun sesungguhnya, Nommensen tidak hanya mengenalkan Tuhan kepada orang Batak. Lebih dari itu, dalam upaya penyebaran agama di tanah Batak, tugas Nommensen tak hanya berkotbah tentang Alkitab dan bagaimana mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kajian sejarah menunjukkan, Nommensen juga mengajarkan tentang betapa pentingnya mengenyam pendidikan agar terbebas dari kegelapan peradaban yang masa itu mengepung masyarakat Batak. Ini terbukti dari beberapa sekolah yang didirikan Nommensen semasa ia juga aktif menyebarkan agama. Bahkan, ia menerjemahkan Alkitab dan Buku Nyanyian dari bahasa Jerman ke Bahasa Batak. Saya meyakini, proses penerjemahan tersebut akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

Kerja keras Nommensen yang mendoktrin masyarakat Batak tentang pendidikan, setidaknya sudah terbukti hingga saat ini. Ini terlihat dari banyaknya jemaat HKBP yang telah mengenyam pendidikan hingga ke level tertinggi. Dengan kata lain, Nommensen sejak awal merintis Kekristenan di tanah Batak juga menerapkan cara pandang kehidupan bangsa Eropa yang memang mencintai pendidikan.

Diterpa Badai Perpecahan

Tahun 1997-1998 diketahui sebagai tahun krisis moneter sekaligus tumbangnya era Soeharto menuju reformasi di Indonesia. Akan tetapi, pada masa itu, gejolak yang sangat hebat juga terjadi di internal HKBP. Bahkan, Soeharto pun saat itu harus turun tangan untuk melerai dua kubu pimpinan HKBP yang berseberangan. Kenapa Pak Harto sampai turun tangan? Tak lain karena dampak dualisme pimpinan HKBP saat itu sudah menjurus pada hal-hal yang bersifat destruktif. Sederhananya, "perang saudara" antar jemaat HKBP sudah di depan mata. Syukurlah, HKBP yang telah di ambang perpecahan akhirnya bisa diselesaikan dengan baik.

Akan tetapi, periode 1997-1998 menjadi tahun paling bersejarah bagi HKBP jika dikaitkan dengan isu perpecahan. Sebab pada tahun-tahun sebelumnya, HKBP juga banyak mengalami turbulensi di antara pimpinan. Namun, turbulensi itu hanya mengakibatkan berdirinya gereja-gereja lain yang tokoh pendirinya adalah mantan pimpinan HKBP. Kendati jemaat HKBP sebagian berpindah ke gereja baru, hingga kini jemaat HKBP masih tercatat sebagai mayoritas di tanah Batak maupun di tanah perantauan.

Eksistensi HKBP di Masa Sekarang

HKBP sebagai organisasi keagaaman terbesar ketiga di Indonesia setelah NU dan Muhammadiyah, merupakan organisasi yang cukup diperhitungkan oleh pemerintah pusat. Ini terbukti dari seringnya audiensi antara pimpinan HKBP dengan Presiden. Terakhir, Ephorus HKBP Darwin Lumban Tobing sebagai pimpinan tertinggi HKBP sudah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana, beberapa waktu lalu. Apalagi, dalam jajaran Kabinet Kerja saat ini, terdapat dua jemaat HKBP yang dipercaya sebagai pembantu Presiden, yakni Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan dan Menkumham Yasonna Laoly.

Namun, sebagai jemaat HKBP, saya berpendapat pimpinan HKBP saat ini sudah perlu melakukan perubahan fundamental yang menyeluruh. Hal ini sangat penting agar eksistensi HKBP tetap terjaga di tengah kepungan globalisasi di Tanah Air. Contoh paling nyata yang perlu dibenahi adalah keterlibatan Kantor Pusat HKBP dalam setiap persoalan khususnya terkait IMB gereja yang dihadapi jemaat gereja HKBP. Sekadar informasi, seluruh kegiatan gerejawi HKBP di seluruh dunia merupakan satu kesatuan dengan Kantor Pusat HKBP yang berlokasi di Pearaja, Tapanuli Utara, Sumut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun