Mohon tunggu...
Paradha Wihandi Simarmata
Paradha Wihandi Simarmata Mohon Tunggu... Lainnya - Orang yang masih sangat bodoh..

Ja Sagen!!!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bahaya Menipisnya Kawasan Karst

5 Agustus 2020   18:06 Diperbarui: 5 Agustus 2020   18:07 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Greeners.co

Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya (UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Sebagaimana diketahui, bahwa air merupakan salah satu hal yang terpenting bagi kehidupan. Dapat diketahui bahwa 70% organ luar dan dalam tubuh kita bergantung pada air. Seharusnya, kerusakan terhadap air dan daerah tangkapan air dapat di minimalisir bahkan harus di hindari.

Salah satu kerusakan yang disebabkan adalah menipisnya kawasan karst, sebagai daerah tangkapan air. Menurut para ahli, karst merupakan medan dengan karakteristik hidrologi dan bentuk lahan yang di akibatkan oleh kombinasi batuan yang mudah larut, dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang dengan baik. 

Kondisi tersebut menyebabkan air yang jatuh di permukaan akan mengalir melalui celah-celah dan lorong bawah tanah lalu terkumpul dalam akuifer karst atau sungai bawah tanah. Salah satu keunggulan kawasan karst sebagai tangkapan air adalah daya serap yang begitu besar di mata air saat musim penghujan, sehingga pada musim kemarau debit aliran yang keluar tetap lebih baik. Tidak heran bila karst sering di juluki dengan "tangki air tawar raksasa" untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penting untuk di ketahui bahwa apabila terjadi kerusakan pada kawasan karst, maka tidak akan dapat diganti atau kembali lagi. Kegiatan yang paling sering merusak kawasan karst adalah penambangan. Biasanya hasil tambang tersebut berupa batu gamping yang nantinya akan menjadi semen dan digunakan untuk pembangunan. 

Menurut Doktor Cahyo Rahmadi, Peneliti Biologi Gua dan Karst dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada harian VOA (23/6) bahwa pelestarian ekosistem karst berhadapan dengan kecenderungan para pemegang kebijakan daerah yang memilih keuntungan ekonomi jangka pendek.

Air yang tersimpan di kawasan karst, banyak juga yang memanfaatkan sebagai air irigasi untuk pertanian. Sehingga berapa banyak kerugian yang diperoleh bila kawasan karst dirusak untuk keuntungan jangka pendek bagi segelintir orang. Tambang batu yang nantinya menjadi semen untuk pembangunan, contohnya untuk membangun jalan tol, apakah bisa dinikmati banyak orang? 

Maka, teriakan defisit dan melambung nya harga pangan, terdapat kesalahan kita yang tidak dapat menjaga kawasan karst yang dititipkan Sang Pencipta. Bencana kekeringan di saat musim kemarau akan kian santer terdengar disaat kawasan karst semakin menipis. Demikian juga, bencana banjir akan santer terdengar di saat musim penghujan.

Kawasan karst juga menjadi habitat hidup biota yang belum banyak diketahui. Biota tersebut menjadi rantai makanan bagi mamalia dan burung liar yang hidup. Sehingga rusaknya kawasan karst menjadi salah satu alasan punah nya beberapa habitat flora dan fauna yang langka karena rusaknya ekosistem mereka, yang salah satunya yaitu hilangnya rantai makanan. 

Maka, kerugian yang diperoleh menjadi begitu banyaknya daripada kita terlalu euforia membangun sebuah jembatan dan tol. Bila pemerintah ter hegemoni dengan label negara yang maju, apakah julukan gemah ripah loh jinawi masih bisa disandingkan oleh negeri ini? Pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk memajukan negeri, harus lebih berhati-hati memperhatikan tata ruang wilayah, yang salah satunya adalah kawasan karst.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun