Mohon tunggu...
Parada Hutauruk
Parada Hutauruk Mohon Tunggu... Ilmuwan - I am scientist --theoretical physicist

I am only a tail of universe who is doing something, trying something and doing something again to make something better ...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pasien Covid-19: Psikologi Pasien dan Keluarga Harus Diutamakan

19 April 2021   18:27 Diperbarui: 19 April 2021   19:07 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masa-masa Covid-19 ini banyak anjuran dan aturan yang dibuat pemerintah maupun pemerintah lokal yang disebut dengan protokol kesehatan. Namun walaupun protokol kesehatan (Prokes) itu telah disosialisikan, tetap masih banyak juga yang melanggar prokes ini. Oleh karena itu di Indonesia jumlah pasien  atau kasus baru (new cases) dari COVID-19 meningkat. 

Di Korea Selatan sendiri pada bulan Maret jumlah kasus baru meningkat sekitar 529 cases hanya dalam periode satu bulan. Oleh karena itu pemerintah Korea Selatan mengambil kebijakkan untuk menaikkan level siaga COVID-19 menjadi level 2 dari level 1. Hal ini banyak disebut-sebut sebagai tanda dari gelembang ke-4 dari COVID-19 (fourth wave). Kejadian ini sangat aneh karena hal ini terjadi di masa vaksin sudah mulai dilakukan meskipun hanya untuk para medis dan orangtua usia lanjut.

Di Indonesia sendiri ini jumlah pasien baru (new cases) meningkat, namun prokes tidak juga ditingkatkan. Bahkan prokesnya banyak yang tidak memperhatikan prokes lagi. Tidak tahu alasannya tepatnya mengapa prokes tidak diperketat? Meskipun ada pembagian-pembagian masker di daerah-daerah. Namun dari laporan dari teman-teman di Indonesia, masyarakat banyak juga yang tidak menggunakan masker. Selain itu, sudah banyak masyarakat melakukan aktivitas di luar. Hal ini juga mungkin menyebabkan meningkatnya new cases atau pasien CoVID-19 di Indonesia.

Maka tak heran dalam waktu 2 minggu ada 2 teman dari penulis yang meninggal karena COVID-19. Padahal mereka dalam beraktifitas selalu menggunakan masker untuk memenuhi prokes. Namun ini tidak menjadi jaminan bahwa kita akan bebas dari COVID-19 virus. Hal ini dikarenakan diluar sana banyak juga orang berkeliaran tanpa menggunakan masker. 

Selain itu teman penulis juga masih berusia muda sekitar 40-an. Dari laporan teman Korea, di Korea pasien Covid-19 berusia 40-an banyak juga yang dirawat di rumah sakit tetapi kebanyakkan mereka bisa sembuh dari Covid-19. HaHal ini bertolak belakang dengan keadaan pasien di Indonesia. Pasien yang berusia 40-an tersebut kebanyakkan masuk ICU (intensive unit Center) dan kebanyakkan pasein yang masuk ke ICU kebanyakkan meninggal. Hal ini yang menjadi pertanyaan penulis dan mungkin bisa menjadi masukkan dan perhatian bagi pasien begitu juga paramedis.

Penulis punya pengalaman dari sahabat sekolah (SMA) dan kuliah dulu yang meninggal karena Covid-19 baru-baru ini (17/04/2021). Dari kejadian divonis terkena Covid-19 dan dirawat di ICU (11/04/2021) dan akhirnya meninggal (17/04/2021) hanya memakan waktu lima (5) hari. Pada hari pertama di ruang ICU, teman yang adalah pasien Covid-19, dirawat tanpa bisa di jengkuk oleh saudara atau isteri dari pasien. Yang hanya bisa dilakukan adalahjh hanya menanyakan perawat di rumah sakit. 

Sekalipun tidak diperbolehkan isteri atau saudara melihat pasien. Penulis tidak tahu secara pasti apakah ini memang termasuk dari  prokes pemerintah atau prokes di rumah sakit. Sampai akhir sahabat penulis meninggal, isteri tidak bisa melihat ke dalam ruang ICU walaupun hanya sekali. Untuk melampiaskan rasa kebersamaan dan support yang penuh terhadap pasien hanya bisa dilakukan dengan video call dan text. Dari segi psikologis ini akan mempengaruhi dari pasien dan juga dari keluarga atau isteri.

Penulis hingga kini masih bertanya-tanya mengapa isteri (hanya 1 orang dari anggota keluarga) untuk menjengguk kedalam ruang ICU meskipun pasien adalah pasien Covid-19. Kenapa isteri atau penjengguk (1 orang saja) dalam 1 hari dan beberapa detik saja dalam 1 jenguk diperbolehkan, sama seperti perawat yang boleh masuk ke ruang ICU, untuk melihat dan memberi semangat kepada pasien. 

Dari psikologis, sejatinya semangat pasien apapun untuk sembuh datang dari pasien itu sendiri. Selain itu hal ini bisa memberikan ketenangan bagi isteri atau saudara dari pasien ketika bertatap wajah dan melihat secara langsung perjuangan dari pasien tersebut. Ini juga seharusnya menjadi pertimbangan para medis, jadi bukan hanya sekedar aturan rumah sakit atau prokes. 

Tapi ada sisi kemanusian yang perlu dipertimbangkan dan menurut penulis harus diberikan kepada pasien maupun keluarga dari pasien. Dengan banyaknya kejadian seperti maka pada akhirnya banyak keluarga pasien Covid-19 yang sangat terpukul ketika pasien tidak dapat tertolong dan meninggalkan keluarga. Bagaimana tidak? Pasien yang ada di ruang ICU dan keluarga menunggu di luar ruang ICU tidak bisa menjenguk ke dalam sama sekali. 

Di akhir tulisan ini penulis hendak menghimbau kepada rumah sakit dan para medis untuk bisa melihat segi kemanusian dan psikologis dari keluarga dan pasien tanpa mengurangi aturan kesehatan yang harus diperhatikan. Misalnya keluarga harus memakai pakaian khusus covid-19 seperti perawat lakukan ketika melayani pasien di ruang ICU. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun