Prestasi siswa memang wajib diberi reward. Dan jika itu terkait dengan nilai-nilai bagus dalam rapor, pantaskah siswa tersebut diunggulkan berdasarkan peringkatnya? Agaknya perlu dikaji kembali kalau peringkatnya hanya didasarkan pada jumlah nilai ranah kognitif. Sebab, ini menunjukkan belum dihargainya kemampuan siswa menunjukkan sikap dan ketrampilan yang tercermin di dalam nilai-nilai ranah psikomotorik dan ranah afektif.
Memang kenyataannya guru lebih menghargai seorang siswa yang menjawab benar soal-soal ulangan matematika misalnya, ketimbang temannya yang berkali-kali memasukkkan bola ke gawang futsal lawannya. Atau, juga jarang dihargai bagaimana nilai seorang siswa yang khusuk dan tekun beribadah serta bersikap baik.
Apakah perolehan ketrampilan bermain futsal dan sikap alim bukan hasil didikan gurunya juga, sama dengan guru matematika misalnya? Apapun jawabannya, sampai saat ini untuk menentukan peringkat siswa di kelas dan peringkat sekolah selalu jumlah nilai-nilai kognitif yang diperhatikan. Jadi, penentu mutu seseorang itu cuma sederet nilai bagus dalam rapor.
Hal tersebut malah dipicu dengan sangat dihargainya nilai hasil ujian nasional, sebagai gambaran prestasi besar kebanggaan seorang siswa semasa sekolah. Bahkan dalam penerimaan mahasiswa baru PTN dengan sistem undangan secara nasional pun, peringkat berdasarkan nilai-nilai kognitif dalam rapor ini yang dipakai sebagai pertimbangan menentukan keunggulan siswa dibandingkan lainnya.