Mohon tunggu...
Panji Kustiawan
Panji Kustiawan Mohon Tunggu... Lainnya - A new starter in writing

An undergraduate student who loves writing. Have a concern in HIV campaign, biotechnology, virology, immunology, and science invention.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konspirasi Teori Dr. Kaufman dapat Disanggah dengan Fakta Sains, Ini Dia Faktanya!

3 Juni 2020   16:16 Diperbarui: 3 Juni 2020   16:17 1701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Kaufam dalam interview bersama London Real

Dunia sedang sibuk dan fokus terhadap pandemic COVID-19. Semua ilmuwan berpengalam turun tangan, ribuan jurnal diterbitkan, penelitian selain COVID-19 di kesampingkan. Dibalik kesusah payahan ilmuwan meneliti berbagai hal mengenai COVID-19 untuk terpecahkannya masalah tersebut, ada beberapa masalah yang timbul dan terkesan tidak menghargai jerih payah para ilmuwan tersebut, yaitu teori konspirasi. Teori konspirasi sendiri memiliki arti sebagai teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan sering kali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh.


Salah satu teori konspirasi yang sedang dikenal banyak orang dan menjadi sebuah pernyataan mengejutkan datang dari Dr. Kaufman. Beliau menjelaskan teori-teori yang dipercayainya melalui siaran langsung dari channel youtube London Story. Sebelum masuk ke teori-teori yang belaiu percayai, marilah simak latar belakang Pendidikan yang beliau akui. Latar belakang akademik seorang ilmuwan patut diketahui secara mendetail dan terbukti untuk mengakui keabsahan teorinya. Dikutip dari website dan videonya, Dr. Kaufman mengakui dirinya merupakan lulusan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) jurusan biologi dan skripsi yang ia tulis di bidang biologi molekuler, serta meraih gelar B. Sc. Kemudia ia melanjutkan studinya di Medical University of South Carolina, program kedokteran dengan gelar M. D dan juga dokter spesialis. Penelusuran yang dilakukan oleh website warstek.com untuk verifikasi apakah beliau benar lulusan MIT tidak bisa dilacak karena diperlukan log in di website alumni MIT. Untuk program medical doctor di Medical University of South Carolina, beliau lulus jurusan kedokteran tahun 2004 dengan sertifikat sebagai Psikiatri Forensik. Namun di websitenya menunjukkan, lisensi medisnya ditangguhkan selama 6 bulan pada tahun 2008 karena penyalahgunaan anggaran penelitian. Kemudian pada tahun 2011, beliau melakukan pelanggaran etik sehingga mendapatkan surat peringatan dari Dewan Medis Ohio. Dalam website beliau, tidak ada sama sekali publikasi mengenai biologi molekuler, virus, ataupun eksosom yang ia sebutkan sebagai teorinya. Dalam daftar judul penelitiannya, topik yang banyak diambil yaitu mengenai penyakit mental pelaku criminal. Dalam dunia akademik, seorang ilmuwan perlu adanya bukti autentik dalam menguasi suatu bidang ilmu yang ditandai dengan adanya publikasi ilmiah. Seorang dokter spesialis psikiatri forensic ingin mengubah paradigma biologi molekuler penyebab COVID-19 dan belum pernah melakukan publikasi dengan topik biologi molekuler. Cukup aneh bukan?

Teori konspirasi atau teori alternatif yang ia jelaskan adalah bahwa COVID-19 ini tidak disebabkan oleh virus. Beliau mengatakan bahwa COVID-19 ini bukan virus melainkan toksin (racun), stress, infeksi, radiasi 5G atau penyebab lainnya yang memicu munculkan eksosom. Dalam teori alternatifnya beliau selalu mengatakan bahwa COVID-19 ini disebabkan oleh eksosom. Dikutip dari ScienceMag, exosom adalah jenis vesikel ekstraseluler yang mengandung konstituen (protein, DNA, dan RNA) dari sel yang mengeluarkannya. Mereka diambil oleh sel yang jauh, di mana mereka dapat mempengaruhi fungsi dan perilaku sel. Komunikasi antar sel melalui eksosom terlibat dalam patogenesis berbagai gangguan kesehatan, termasuk kanker, degenerasi saraf, dan penyakit radang. Mari mulai menyanggah pernyataan Dr. Kaufman dengan fakta sains yang ada

#FAKTA1

Dr. Kaufam menyatakan bahwa eksosom dan virus corona terlihat mirip dan sama. Namun faktanya, dalam penelitian untuk melihat struktur virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dengan menggunakan mikroskop transmission electron menunjukkan virus ini memiliki spike atau duri, sedangkan eksosom tidak. Eksosom berupa gelembung atau vesikel.

Gambar 1. Struktur SARS-CoV-2 dari sampel di Lab Wuhan. Sumber: ResearchGate
Gambar 1. Struktur SARS-CoV-2 dari sampel di Lab Wuhan. Sumber: ResearchGate

#FAKTA2

Dr. Kaufman menyatakan eksosom diproduksi oleh sel yang 'sakit' di organ paru-paru. Faktanya, dalam jurnal FASEB disebutkan bahwa eksosom disekresikan oleh sel sehat. (http://10.1096/fj.03-1094fje)

Gambar 2. Jurnal yang menyebutkan bahwa eksosom juga disekresikan oleh sel sehat
Gambar 2. Jurnal yang menyebutkan bahwa eksosom juga disekresikan oleh sel sehat

#FAKTA3

Dr. Kaufman menyatakan bahwa virus yang menyebabkan COVID-19 belum dimurnikan. Namun faktanya virus penyebab COVID-19, yaitu SARS-CoV-2 telah disekuensing secara penuh. Dari data GISAID mengenai genomic epidemiology of novel coronavirus -- global subsampling, telah ada lebih dari 3000 sampel virus dari berbagai negara yang telah berhasil disekuensing secara penuh. Artinya, susunan basa nukleotida atau genom dari virus ini telah tersedia. Secara filogenetik, virus penyebab COVID-19 ini termasuk keluarga virus corona dengan ordo nidoviareles. Virus penyebab COVID-19 dari Indonesia juga telah ada datanya di GISAID yang disekuensing oleh para peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Di data NCBI juga telah terdapat sekuens lengkap dari SARS-CoV-2.

#FAKTA4

Pernyataan selanjutnya dari Dr. Kaufman adalah mengenai metode RT-PCR yang tidak akurat dalam mendiagnosa keberadaan virus penyebab COVID-19. Metode PCR atau Polymerase Chain Reaction merupakan penemuan penting dan penemunya yaitu Kary Mullis dianugerahi nobel kimia di tahun 1993. PCR ini merupakan metode untuk memperbanyak atau mengkopi sebuah DNA. Karena virus SARS-CoV-2 ini merupakan virus dengan material genetik RNA maka diperlukan metode Reverse Transcriptase PCR untuk merubah RNA menjadi cDNA agar dapat dianalisis secara akurat. Dari pernyataan yang disebutkannya, apakah mungkin seorang dokter spesialis Kesehatan jiwa membantah keabsahan sebuah metode PCR yang ditemukan pakar  kimia dan meraih nobel?. Dalah dokumen paten PCR oleh Kary Mullis menyatakan bahwa "various infectious diseases can be diagnosed..." yang berarti penyakit yang disebabkan virus pun dapat didiagnosa. Kemudian dia menyatakan bahwa RT-PCR adalah pengujian yang ditujukan pada RNA eksosom. Namun buktinya, menurut jurnal Eurosurveillance yang terindeks menyebutkan bahwa deteksi virus penyebab COVID-  
19 dengan metode real time RT-PCR. (10.2807/1560-7917.ES.2020.25.3.2000045)

Gambar 3. Jurnal Eurosurveillance yang menyatakan bahwa COVID-19 bisa didiagnosa dengan Real-time RT-PCR
Gambar 3. Jurnal Eurosurveillance yang menyatakan bahwa COVID-19 bisa didiagnosa dengan Real-time RT-PCR

Itulah beberapa pernyataan dari Dr. Kaufman sang dokter spesialis kejiwaan yang mengakui ahli di bidang biologi molekuler dengan mengubah paradigma biologi molekuler mengenai COVID-19. Yuk bersama melawan berita burung dengan melakukan cek dan recheck sebelum menerima berita dan menyebarkannya! Kita perbanyak membaca dan mendengarkan dari sumber-sumber berbasis data ilmiah dari jurnal atau karya ilmiah para saintis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun