Mohon tunggu...
PANJI NUGROHO
PANJI NUGROHO Mohon Tunggu... Guru - Membaca sama dengan mendengar, Menulis sama dengan berbicara.

Pendidikan, Sosial, Budaya, Politik, Sastra, Sejarah, dan Filsafat. Podcast literasi update setiap hari sabtu pukul 20.00 WIB. Follow untuk notifikasi update terbarunya. Semoga bermanfaat Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dimensi Pancasila dalam Tatanan NKRI

18 Agustus 2019   05:06 Diperbarui: 18 Agustus 2019   05:08 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:  https://www.inc.com

(Refleksi Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia Ke-74)

Sabda Rasullulloh SAW, "Bila suatu kaum berilmunya punah, maka masyarakat akan mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin sebagai tempat bertanya. Orang-orang bodoh ini membuat fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan".

Belum lama ini penulis amati terdapat statement yang dapat membahayakan kesinambungan NKRI, statement yang dilontarkan berupa tanggapan terkait rekomendasi Ijtima Ulama IV salah satunya mewujudkan NKRI bersyariah. Barangkali tokoh tersebut lupa akan Lintasan Kebenaran Perjalanan Sejarah Bangsa Indonesia. Gayung bersambut kata menjawab, hemat penulis, betapa pentingnya kita merefleksikan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia ke 74, untuk mengetahui Dimensi Pancasila dalam Tatanan NKRI.

Amanah Konstitusi UUD 1945 menyatakan "Negara berdasarkan atas KE- TUHAN-AN YANG MAHA ESA".

Awalan (ke~) dan akhiran (~an) terhadap kata TUHAN memiliki makna, "diterimanya Rakyat Indonesia hidup menyembah TUHAN menurut keyakinannya masing-masing. Kemudian setiap Rakyat Indonesia hidupnya harus memiliki sikap keberpihakan kepada (meyakini) adanya TUHAN yg memberikan kehidupan dan penghidupan (Agus Kodri: 2019)". Sebagai bangsa, yaitu (bukan pada tingkatan individu dan kelompoknya),  pertanyaannya "dalam membangun kehidupan NKRI (kehidupan berbangsa dan bernegara), Pada TUHAN yang mana, Bangsa Indonesia harus bersikap berpihak sebagai acuan? Jawabnya, (TUHAN) YANG MAHA ESA!

Kata (Esa) itu memiliki makna atas "sesuatu yang tidak ada awal dan tidak ada akhir (Agus Kodri: 2019)". Jadi (Tuhan) Yang Maha Esa itu maknanya (Tuhan) yang tidak ada awal dan tidak ada akhir! yang mana?. Jawabnya, "(Tuhan) yang menciptakan langit dan bumi serta segala Kehidupan yang ada di antara keduanya, termasuk kehidupan manusianya". Jauh sebelumnya, sudah ditegaskan oleh Wahid Hasyim & Teuku Muhammad Hasan (1945) "Ketuhanan Yang Maha-Esa adalah Allah S.W.T., bukan yang lainnya" ketika menjelaskan perubahan yang diusulkan Bung Hatta (1945).

Oleh karena itulah, Bangsa Indonesia harus memahami makna, arti, dan kedudukan "Kebenaran Absolut" dalam membangun kehidupan NKRI, dan Pancasila memberikan panduan akan persoalan ini. Sebagai Falsafah Bangsa, Pancasila memberikan acuan bahwa Bangsa Indonesia itu memiliki keyakinan bahwa "Kebenaran Nisbi" yang dihasilkan dari setiap proses ikhtiar dalam pembangunan yang dilaksanakan oleh Negara, harus didekatkan kepada "Kebenaran Absolut." Karena pada dasarnya, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh manusia untuk berjalan diatas kebenaran, "kalau kita mengabdikan diri kita pada kebenaran, itu sama dengan mengabdikan diri kita pada Tuhan (Fahruddin Faiz: 2018)".

Semakin dekat jarak hasil usaha-usaha pembangunan yang dilaksanakan (dalam pola berfikir, penegakan hukum, tatanan interaksi sosial, dinamika politik, pembangunan ekonomi, dan perubahan lingkungan serta kondisi pertahanan dan keamanan) sebagai "Kebenaran Nisbi" terhadap "Kebenaran Absolutnya" memberikan makna "Semakin terealisasi secara nyata Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia."

Lebih lanjut Agus Kodri (2019) menjelaskan "kebenaran absolut, menurut umat Islam berdasarkan pada Hukum Allah, yang esensi umumnya seringkali disebut sebagai hukum alam, dan berdasarkan sabda Rasul-Nya, disebut Syar'i (Syariah)". Jadi NKRI (ber)syariah itu, pada esensinya memiliki makna NKRI yang menggunakan kebenaran Absolut sebagai acuan dan arahan dari setiap usaha pembangunan yang relatif kebenarannya (kebenaran nisbi) untuk mencapai Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Ini termaktub sebagai Amanah Pancasila baik sebagai dasarnya Indonesia merdeka, falsafah bangsa maupun sebagai dasar negara yang tersurat dan tersirat di dalam PREAMBULE UUD 1945.

Agar terealisasi, Pancasila harus diterapkan secara paripurna dengan menerapkan Dimensi Pancasila untuk membangun kehidupan bangsa Indonesia dan NKRI. Maka perlu dibangunnya "institusi rakyat, yaitu Lumbung, di seluruh wilayah NKRI. Lumbung dari dukungan kekuatan institusi keluarga (KK) dan institusi masyarakat (RT/RW), yang akan menjadi tempat dimana rakyat membangun kekuatan ekonominya berdasarkan pola pemikiran dan aturan-aturan dasar serta bangunan interaksi sosial dan dinamika politik yang semakin menegakkan kedaulatan adalah di tangan rakyat (Agus Kodri: 2019)." Esensinya adalah lumbung sebagai tempat awal bagi rakyat menentukan hajat hidupnya. Hari ini yang terjadi, adanya pergeseran fungsi, bentuk, dan makna lumbung yang tidak lebih sebagai tempat penyimpanan padi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun