Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Konsentrasi Hukum Tata Negara FHUB

Sarana menyalurkan pemikiran, hobby, dan mengisi kegabutan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membedah Pancasila dalam Dimensi Ontologis (Makna Gotong Royong)

24 Mei 2022   16:34 Diperbarui: 24 Mei 2022   22:56 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan "gotong-royong". 

- Ir. Soekarno

Alam pikir filsafat Pancasila merumuskan ontologi Pancasila dalam konteks struktur makna terdalam dari ide yang mendasari Pancasila. Struktur terdalam tersebut adalah kehendak mencari titik temu (persetujuan) dalam menghadirkan kemaslahatan-kebahagiaan bersama dalam suatu masyarakat bangsa yang majemuk.

Hasrat mewujudkan kebaikan publik ini tercermin dalam tiga prinsip dasar Pancasila yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan sosio-religius yang pada analisis terakhir terkristalisasi dalam semangat gotong royong semangat welas asih untuk kerja sama, tolong menolong, dan saling menghormati.

Dalam pandangan Pancasila, konsepsi kemaslahatan hidup bersama itu dicari berdasarkan pada keyakinan akan kodrat keberadaan manusia sebagai mahluk dengan sifat-sifat yang cenderung pada kebaikan, religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereignitas, dan sosialitas.

Secara esensial, setiap sila Pancasila mencerminkan suatu perspektif keyakinan akan keutuhan integritas kodrat kemanusiaan, yang mana  pada dasarnya bisa dikerucutkan ke dalam lima unsur, yang satu sama lain kait-mengait, saling menyempurnakan.

Sila Pertama Pancasila meyakini bahwa kodrat keberadaan manusia merupakan perwujudan istimewa dari semesta sebagao kristalisasi dari cinta kasih Tuhan yang tidak terhingga.

Meski merupakan perwujudan istimewa dari semesta, manusia tetaplah bagian dari semesta, yang dengan keistimewaannya itu tidaklah menghadirkan kerusakan bagi kebersamaan, melainkan harus dapat menjaga harmoni bagi kebersamaan sebagai bagian dari semesta, manusia bersifat terbatas, relatif dan tergantung, sehingga memerlukan keterbukaan pada sesuatu yang transenden dan menkalin kerja sama dengan yang lain.

Keterbukaan pada yang transenden itu diperlukan untuk mencegah absolutisme (memutlakan hal-hal yang imanen), yang dengan itu paham persamaan manusia dan kerja sama dimungkinkan.

Dengan prinsip persamaan manusia di hadapan Tuhan, tiap-tiap manusia dimuliakan kehidupan, kehormatan, hak-hak, dan kebebasannya, yang dengan kemerdekaan pribadinya itu manusia menjadi mahluk moral yang harus bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya.

Dengan prinsip persamaan dan moralitas, manusia juga didorong menjadi mahluk sosial yang menjalin kerja sama dan persaudaraan untuk mengatasi kesenjangan dan meningkatkan mutu kehidupan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun