Mohon tunggu...
Indra GP
Indra GP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Seni

Mencoba belajar seni dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bagaimana Cara Menempatkan Hati?

20 Januari 2022   01:00 Diperbarui: 20 Januari 2022   01:04 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang kita merasa bahwa setiap yang kita miliki saat ini adalah milik kita sepenuhnya. Dalam artian bahwa semua hal yang kita miliki, sepenuhnya dalam kendali kita. Namun sering kali sesuatu yang buruk dapat terjadi pada apa yang kita miliki, di luar kesengajaan kita. Sehingga hal yang kita rasa dapat dikendalikan sepenuhnya, sebenarnya tidak. Misal, saya baru saja membeli kamera baru. Saya merasa sangat memiliki kamera yang baru saya beli. Saya memperlakukannya dengan sangat hati-hati, bahkan saat orang lain memegang pun saya merasa khawatir. Dalam hati saya berkata, "apa bila terjadi sesuatu pada kamera baru saya, misal, terjatuh karena orang itu, maka saya akan marah besar".

Jujur saya merasa tersiksa, dalam keadaan seperti yang telah saya ilustrasikan pada paragraf sebelumnya. Padahal, belum saja sesuatu buruk terjadi pada benda milik saya. Namun hati saya "terlalu" berprasangka buruk sehingga membuat suasana emosi saya menjadi tidak stabil. Terkadang saya lagi-lagi terlalu cepat menyimpulkan, bahwa apa yang saya miliki hanya bekerja dengan baik dengan cara saya, tidak dengan cara orang lain. Parahnya kadang kala kecemasan yang terlalu berlebih menghinggapi suasana hati saya, saat menginginkan standar yang tinggi, sedangkan kondisi keuangan atau pemasukan untuk memenuhi kriteria standar itu masih belum mencukupi.

Dari keluh kesah yang coba saya gambarkan, lebih kurang saya berpendapat bahwa, suasana hati kita terkadang menjadi terlalu emosional karena kita kurang presisi dalam menempatkan hati pada suatu keadaan tertentu. Khususnya yang berhubungan dengan hal yang kita miliki saat ini. Jika kita belajar dari kutipan lama bahwa "Semuanya Adalah Titipan", maka kita dapat lebih bijak untuk menempatkan hati dan pikiran kita agar lebih presisi. Dengan menempatkan hati kita agar selalu sadar bahwa apa pun yang "seakan-akan" adalah milik kita saat ini, sebenarnya adalah titipan belaka. Tugas kita yang menurut saya dapat dilakukan, adalah dengan mengelola segala sesuatu yang kita miliki saat ini dengan seoptimal mungkin, dengan sungguh-sungguh. Dan, mari kita coba untuk selalu renungkan dalam hati bahwa, pada saatnya, apa pun yang seakan menjadi milik kita saat ini, akan berubah, baik dalam siklus daur ulang Alam Semesta, maupun akan berpindah tangan, dalam siklus Kehidupan Sosial. 

*catatan: seperti yang Bapak saya ajarkan kepada saya, bahwa "Sesuatu yang berakhiran tembung (kata/imbuhan) "n/en" (idiom dalam Bahasa Jawa), itu tidak baik. Seperti contoh: kakeh-en (terlalu banyak), kalir-en (terlalu lapar), atau kewareg-en (terlalu kenyang).

(Indra Galih Pamungkas, 20/01/2022).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun