Mohon tunggu...
Pamela Pusung
Pamela Pusung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

enjoy your reading

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Korean Wave dalam Kehidupan Kita

22 Maret 2021   18:03 Diperbarui: 22 Maret 2021   18:08 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://www.allkpop.com

Budaya Korea seperti Kpop dan Kdrama pasti sudah tidak asing bagi kita. Bahkan sangat dinikmati oleh banyak orang di Indonesia. Budaya Korea ini sering dikatakan juga sebagai Korean Wave atau Hallyu. Dilansir dari web resmi MOFA Republic of Korea istilah yang kini merujuk pada popularitas hiburan dan budaya Korea di Asia dan daerah lain di dunia, Hallyu atau "Gelombang Korea" muncul pada pertengahan 1990an setelah Korea mengadakan hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada tahun 1992, kemudian Drama TV Korea serta musik popnya yang mendapatkan popularitas di antara komunitas berbahasa Cina. Kemudian seiring berjalannya waktu musik pop dari Korea mulai dikenal lebih luas lagi oleh banyak negara termasuk salah satunya Indonesia. Boy Group dan Girl Group memiliki klub penggemar yang sangat besar di berbagai belahan dunia, begitu pun dengan Kdrama yang juga dinikmati oleh banyak orang, dan beberapa subkultur lainnya. 

Korean Wave atau Hallyu ini merupakan salah satu produk dari budaya populer. Budaya populer adalah produk dari masyarakat industri, di mana praktik penandaan dan produk yang dapat diamati (yaitu budaya) diproduksi atau dilakukan dalam jumlah besar, seringkali dengan bantuan teknologi produksi massal, distribusi dan duplikasi. Sehingga sangat mudah diakses oleh masyarakat (Heryanto, 2008, h. 6). Contoh dari budaya populer adalah musik pop, film, buku, dan sejenisnya. Budaya populer menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat pada dewasa ini. Karena diproduksi secara massal maka budaya populer ini dapat dinikmati oleh setiap masyarakat tanpa terkecuali. Sehingga budaya Korea ini dinikmati oleh masyarakat yang tertarik atau menyukai budaya ini. Kpop dan Kdrama adalah dua hal yang paling dinikmati oleh masyarakat ini. Bahkan, membuat para penggemar dari kpop maupun kdrama berani mengeluarkan uang dalam jumlah besar bagi idolanya. Dari sini kita dapat melihat politik yang digunakan oleh para pemegang saham agensi dari idola-idola ini. Dengan ketertarikan oleh para masyarakat ini membuat pemegang saham agensi menggunakan kekuasaannya untuk mengadakan konser/fanmeet, menjual album, menjual merchandise, dan sebagainya.  

Beralih dari budaya populer kita masuk ke subkultur. Hartley mendefinisikan subkultur sebagai "sekelompok individu yang berbagi kepentingan, ideologi, dan praktik tertentu." (Hartley, 2010, h. 293). Sehingga terlihat bahwa subkultur ini memberikan identitas kepada para "anggotanya" dalam gaya hidup subkultur yang berbeda dari kelompok sosial lain yang sering dianggap kuno, konservatif, konformis, dan arus utama (Ryan, 2010, h. 88). Anggota dari subkultur ini ingin terlihat berbeda dari budaya yang dominan. Subkultur juga dianggap sebagai youth culture, tetapi ini dianggap terlalu umum dan luas artinya. Contoh dari subkultur seperti punk atau hiphop. 

Salah satu subkultur dari budaya Korea yang mulai banyak dinikmati adalah Khiphop. Khiphop mulai dikenal dengan adanya acara survival Show Me The Money. Acara ini dinikmati oleh para penggemar hiphop di Korea maupun beberapa negara lainnya. Mungkin Khiphop tidak sebesar Kpop, tetapi para penggemarnya termasuk penggemar yang setia. Budaya hiphop kebanyakan berawal dari underground yaitu tidak memiliki agensi atau berjalan secara independen. Untuk menikmati karya dari para rapper khiphop ini terkadang lebih mudah dan juga lebih sulit. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa untuk menikmati karya secara digital mungkin lebih mudah karena tersedia platform-platform tertentu dan bahkan terkadang para rapper khiphop ini mengadakan konser secara gratis lewat platform seperti youtube. Lebih sulit karena untuk mendapatkan album fisik yang dimiliki rapper khiphop tidak semudah mendapatkan album fisik dari para idola kpop. Konser oleh para rapper khiphop pun tidak sering terjadi. Sehingga, ada salah satu festival musik yang menggunakan kesempatan ini untuk mengundang beberapa rapper dalam satu kegiatan. ASS atau Asian Sound Syndicate adalah satu-satunya festival musik yang mengundang para rapper-rapper khiphop. Dengan kekuasaan yang mereka miliki mereka menggunakan kesempatan ini juga untuk memperkenalkan rapper-rapper yang berasal dari Indonesia. Sehingga para penggemar dari khiphop juga dapat tertarik dengan para rapper dari Indonesia.

Daftar Pustaka

MOFA. http://overseas.mofa.go.kr/id-id/wpge/m_2741/contents.do 

Hartley, J. (2010). Communication, Cultural, & Media Studies. Yogyakarta: Jala Sutra.

Heryanto, A. (2008). Popular Culture in Indonesia: Fluid Identities in Post-Authoritarian Politics. New York: Routledge.

Ryan, M. (2010). Cultural Studies: A Practical Introduction. United Kingdom: Wiley-Blackwall.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun