Mohon tunggu...
Rejeki H Sinamo
Rejeki H Sinamo Mohon Tunggu... Guru - Guru SM-3T

Pernah mengajar Diperdalaman Papua, demi Istri dan anak mengharuskan untuk mengabdi di kampung halaman dan kembali ke Pedalaman Sumatera

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ketika Literasi Terjangkit Pandemi

23 Februari 2021   14:04 Diperbarui: 23 Februari 2021   15:04 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan Keliling (Mobile Library)

Literasi berasal dari Bahasa Inggris literacy yang berarti kemampuan untuk membaca dan menulis. Litteracy berasal dari kata latin Littera yang berarti letter atau huruf, sehingga literacy sering diterjemahkan sebagai melek-huruf dan illiteracy sebagai buta-huruf. 

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) literasi adalah kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, kemampuan individu untuk mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. 

Dapat ditarik kesimpulan dengan membaca tentu kita cakap dalam memilah informasi sehingga kita mengetahui bagaimana seharusnya bacaan yang layak dikonsumsi atau disebarkan mengingat maraknya berita-berita hoaks belakangan ini akibat ketidak cerdasan pembaca sebelum menyebarkan berita.

Pada kesempatan ini penulis mencoba mengingat kembali ketika Indonesia bahkan dunia tenggelam dalam wabah Pandemi Covid-19 dan sejalan dengan itu dikeluarkannya Surat Edaran Nomor Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim No 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. 

Kita tentu mendukung apa yang menjadi kebijakan pemerintah, namun setiap kebijakan tentu ada dampak positif dan negatif yang akan terjadi, tidak bisa dipungkiri penularan wabah tersebut akan terbatas dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, namun lambat laun muncul pertanyaan setelah sekian lama kebijakan itu dijalankan, masihkan pola belajar dan membaca anak didik akan sama seperti sebelum peraturan itu diterapkan? 

Bagaimana jika dikaitkan dengan dicanangkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 yang mewajibkan para siswa untuk membaca buku minimal 15 menit sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar di sekolah setiap hari? Peraturan yang bertabrakan dan salah satu dari keduanya akan terhenti dengan adanya PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). 

Harus kita sadari pola pengawasan dan cara menerapkan literasi tentu sangat berbeda antara orang tua dan guru disekolah. Guru difasilitasi dengan kemampuan lebih untuk mendidik anak baik dalam ilmu pengetahuan, pendidikan moral dan juga sopan santun.

Tentu bukan mengerdilkan peran orang tua yang sangat besar terhadap perkembangan anak namun kehidupan pedesaan menjadi dilema karena faktanya orang tua disibukkan dengan pekerjaan mencari nafkah, tentu hal itu sejalan dengan berkurangnya pengawasan terhadap anak yang diharuskan untuk BDR (Belajar Dari Rumah).

Kembali kemasalah literasi di era Pandemi, menurut hasil PISA (Programme for International Student Assessment) yang merupakan studi internasional tentang prestasi literasi membaca, Matematika, dan Sains, sekitar 70% siswa Indonesia memiliki kompetensi literasi membaca di bawah minimum dan masuk dalam peringkat 65 dari 70 negara dalam hal membaca serta menurut UNESCO pada tahun 2017.

Minat baca negara kita begitu rendah yakni 0,001%. Artinya dari 1000 individu, hanya satu yang punya minat baca. Bagaimana cara meningkatkan atau bahkan hanya mempertahankan apa yang ada sebelum kita terbebas dari pandemi covid-19?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun