Mohon tunggu...
Yudha Hari Wardhana
Yudha Hari Wardhana Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writerpreneur

Menulis adalah jalan hidupku. Semoga menjadi matahari untuk semesta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemakan Bara dalam Ruang Suram

23 Oktober 2021   13:29 Diperbarui: 7 November 2021   12:33 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar ilustrasi: piqsels

Tangannya menengadah, lemah. Dia diselimuti sunyi, tak terdengar suara selain nafas yang terhela sesekali. Batin Kasman meratap sementara bibirnya terus merapat. Dia tidak sedang meminta apapun kepada Sang Kuasa. Kasman hanya mengadukan kelelahannya, mengeluhkan suratan yang tak memihak kepadanya.  

"Gusti Allah. Kula kesel (Gusti Allah. Saya lelah)."

Dia memang sedang sangat lelah. Hati, otak, mata, urat-urat wajah, dan hitam rambutnya pun ikut lelah hingga mulai berganti putih di beberapa helainya. Ada kepedihan yang terintih dari dalam dada Kasman.

Kelelahan itu seakan menjalar rata ke seluruh raga. Perut Kasman ikut lelah. Tidak ada lagi makanan yang bisa mengisi ruang kosong di lambungnya. Setiap sudut serasa sudah penuh sesak padahal sudah lebih dari 72.000 detik perut kerempeng itu berteriak. Kasman kenyang bukan karena makanan, melainkan disebabkan rasa lapar yang telah ia enyahkan.

Sekali lagi terdengar desahan dari kedua lobang hidung Kasman. Seakan-akan berusaha melepaskan gumpalan beban yang terperam. Namun mulut Kasman tetap terkatup. Sedangkan hatinya terus menggelegak.. 

Mata Kasman terpejam. Tak ada lagi harapan yang bisa ia dendangkan. Saat ini ia merasa terperangkap dalam ruang hampa asa, sebuah labirin yang tidak jelas dimana pintu keluarnya.   

Terkadang Kasman ingin meluapkan amarah yang membuncah. Tetapi kepada siapa?.Kepada selembar nyawanya yang masih bersemayam? Atau kepada oksigen dan darah yang masih terus mengaliri paru-paru dan nadinya? Haruskah jeruji, dinding-dinding dan langit-langit kusam harus ia jadikan sasaran? Perlukah pula ia sesali bumi yang masih berotasi?

Sekujur raganya memanas. Ada erupsi kata-kata yang ingin terlontar dari mulut Kasman. Kepalanya mendongak saat akhirnya ia berteriak, "Aaahhh...!"

Namun cepat-cepat ia rapatkan gerahamnya. Kasman merasa malu pada semesta jika harus ikut mendengar luapan amarahnya. Hingga ia hanya bisa menyauarakan geraman seorang pesakitan.  

Kepalanya pening. Kedua kelopak matanya mengatup menciptakan hening. Sukmanya serasa berjalan menyusuri alam imajinasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun