Bayi yang baru terbit dari surat kabar itu tiba-tiba menjadi angin yang berputar-putar dalam kepala seorang tuan besar. Dengan ganas, angin itu melahap catatan kriminal yang disembunyikan beradab-abad lamanya.
"Tangkap angin itu. Tangkap dan tenggelamkan!" teriak beberapa pemburu angin dengan gembira.
Dengan cepat dan kuat, keduanya berpusar-pusar bergelut dengan angin. Mencengkram. Menghantam. Sampai keduanya remuk dan menjadi tontonan anak kecil yang masa depannya dihuni asapasap pembakaran lahan.
Di bawah pohon Kamboja, bayi mungil yang bernama Reformis itu terbahak-bahak menafsirkan cuaca. Menafsir kemarau. Membaca buku-buku yang dianjurkan penguasa dan hal lainnya yang tidak mudah dibahasakan.
"Dilarang menghina presiden?" ujarnya sambil bergulingan dan lalu mati bersama sunyi.
Surabaya, 20 September