Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Orang-orang yang Dikalahkan

16 Juli 2019   18:37 Diperbarui: 16 Juli 2019   23:03 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saipul, demikian namanya, yang akrab dengan panggilan Pipul. Pak Ipul. Seorang guru di sebuah sekolah swasta. Yang kini tengah menunggu pecahnya telur di ujung tanduk. Entah tanduk apa namanya.

Ia memilih bertahan bersama segelintir guru. Setelah puluhan rekannya memilih jalan berbeda.

Apa yang bisa di harapkan dari seorang guru swasta yang sekolahnya statusnya ruwet. Tanah di mana bangunan sekolah yang telah berdiri sejak 1950 itu telah diklaim sebagai kepemilikan sebuah perumahan.

Bukan omong kosong saja masalah kepemilikan. Yayasan yang menanungi sekolahnya tumbang di pengadilan. Waktu tinggal setahun ini untuk bertahan. Selanjutnya, jika memang yayasan ingin sekolah itu hidup ya harus cari tempat. Titik.

Pipul menjalani itu sebagai sebuah tantangan. Ya. Sangat klise. Tetapi itulah yang dipilihnya sebagai jalan ketika rekan sejawatnya memilih pergi.

Sementara yayasan, empunya sekolahan, sementara hanya berani berjanji akan. Akan dan akan. Sementara dinas terkait, ya begitulah. Pendidikan di negeri ini bukanlah investasi, tetapi komersialisasi. Demikian temannya memberikan pandangan padanya.

"Insyaallah saya bisa atas seizinNya untuk makan bersama keluarga. Doakan saja" demikian ucapnya sembari tersenyum.

Sore itu di beranda kontrakan yang kumuh. Kepala sekolah menemuinya. Untuk kesekian kalinya ia meminta Pipul dan kawannya untuk berhenti. Semacam protes.

"Aku tidak berbicara loyalitas. Semua tahu. Kita bertahan ketika semua pergi. Tapi apa? Bukan aku tak membela anak-anak tercinta. Perjuangan harus berakhir. Kita harus melawan dengan cara sebagai manusia normal. Bukan malaikat."

Pipul tertegun. Pimpinannya kali ini sudah habis. Ia bimbang dan tak tahu apa yang harus diperbuat. Dalam kepalanya yang penuh dengan beragam masalah, kini ia tak mampu mencernanya.

"Ini jalan kita. Ini pilihan kita." tutup kepala sekolah sore itu. Ia menyalami Pipul yang tak berdaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun