Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bujang Lapuk itu Akhirnya Menemukan Cinta

18 Oktober 2018   09:28 Diperbarui: 18 Oktober 2018   09:50 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Membakar sampah. Hanya itu yang membuat Takim di hajar massa. Saya yang lagi nyeruput kopi, dibuat terbelalak. Adalah Soni, teman pabrikku yang mengabarkan itu.

"Tadi pagi Sam. Saat aku hendak mengantar si Lucky. Di kejauhan ada ribut. Sebegitu cepatnya. Dan kulihat Takim kelojotan. Beberapa warga menyelamatkannya. Kabarnya ya itu tadi. Takim membakar sampah. Lalu asapnya nyelonong kemana-mana. Kabarnya, Takim tak pernah nggubris keluhan tetangganya."

Kuputuskan hari itu untuk menemui Markoji. Ketua karang taruna, yang bogemnya paling banyak menyetubuhi tubuh Takim. Sebagai salah satu tokoh kampung, saya perlu berkewajiban meluruskan. Meskipun usia saya terbilang belum tua, namun posisiku di kampung cukup di perhitungkan. Aku tak tahu mengapa dan kenapanya. Padahal, pekerjaanku hanyalah buruk pabrik. Itupun, pabrik yang belum kuat menggaji babunya sesuai upah minimum.

"Mas Sam. Saya paham isi kepala sampean. Saya ini bertindak tidak grusa-grusu. Namun sudah matang. Takim, sudah sering diperingati oleh kiri kanan. Stop bakar sampah di depan rumahnya. Kalaupun itu, asapnya ndak kemana-mana. Misal langsung masuk ke lubang hidungnya sendiri. Warga tidak akan seekstrim itu. Ini akumulasi mas. Bukankah ini bukan rahasia?" Pemuda di depanku ini membuatku tidak punya pilihan lain. Selain menyingkir.

"Ji. Ndak semua tindakan itu harus diendingi dengan bogem. Kamu harus memahami itu. Sebab niatan baik itu rawan ditunggangi nafsu." Kuhentikan cermahku. Saat yang demikian, kurang tepat kiranya jika memanjang-manjang ceramah. Darah muda itu cepat panas.

"Ji. Aku dulu pernah membakar pencuri kotak amal di masjid. Bersama warga kampung. Aku yakin. Kamu pun pernah mendengarnya. Jikapun boleh kuputar memori, aku ingin menghindari kebiadabanku."

Beberapa polisi lalu lalang ke kampung. Pengusutan kematian Takim menjadi agenda yang populer dibicarakan. Aku dan beberapa tetua kampung dicecar dengan beragam pertanyaan. Namun sebisanya, negosiasi semacam diplomasi kami lakukan. Kalau misalnya kami jujur-jujuran, hampir separuh warga sini akan masuk bui. Tentu akan menjadi preseden buruk. Akhirnya, aku berhasil meyakinkan istri Takim. Untuk tidak menuntut. Yang walaupun akhirnya, aku harus membuat satu syarat yang cukup berat dengannya. Aku, bujang lapuk ini, bersedia menikahi istri Takim setelah masa iddahnya berakhir.

---

Krian Peti Kemas

1 Mar 2016 13:22:22

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun