Sekalipun sudah dilarang, bermain petasan masih dapat dijumpai. Terlebih pada masa Lebaran. Yaitu, masa sebelum, saat, dan sesudah Lebaran.
Umumnya yang melakukan anak-anak. Karena, bagi mereka, menyalakan petasan bagian dari permainan yang menantang. Bukankah anak-anak tergolong dalam kategorial usia yang masih menyukai permainan?
Sekalipun ada juga orang yang sudah dewasa menyalakan petasan. Mereka memiliki kebanggaan tersendiri kalau berhasil menyalakan petasan.
Seperti halnya anak-anak, yang juga merasa bangga ketika berhasil menyalakan petasan. Bahkan, bukan mustahil, saat petasan meletus dijadikan sebagai penanda bagi mereka untuk merayakan kegembiraan bersama.
Itu sebabnya, saat petasan meletus, mereka bersorak-sorak, riang gembira. Seolah dunia hanya milik mereka bersama. Yang, akhirnya kurang memedulikan orang lain yang kebetulan melewati sekitar area tempat mereka menyalakan petasan.
Sikap kurang peduli ini yang sering melekat dalam diri mereka karena merasa berhasil membuat petasan meletus. Dan, sikap mereka yang seperti ini, yang perlu diminimalisasi, bahkan dihilangkan.
Karenanya, sangat disayangkan kalau realitas ini dibiarkan terus terjadi. Generasi dewasa perlu memedulikan hal ini. Jangan sampai generasi dewasa justru berpikir bahwa tak problem anak-anak bermain petasan, yang penting mereka dapat menikmati kegembiraannya.
Memang ada petasan yang diutamakan adalah keindahan pancaran cahayanya. Yaitu, petasan kembang api. Petasan ini tersedia dari yang level sederhana hingga yang level pancaran cahayanya memukau.
Petasan kembang api yang sederhana lebih banyak digunakan oleh anak-anak. Pancaran apinya berdiameter kecil sehingga mereka pun dapat memegang dan tanpa melukai tangannya.
Pun durasinya sangat pendek. Sekitar 10 detik. Sehingga, tak terlalu menimbulkan rasa takut atau khawatir yang berkepanjangan kalau dipegang oleh anak. Toh memang ada bagian yang bisa dipegang. Jadi, lebih percaya diri memegangnya.