Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Zakat di Sekolah, Zakat yang Menyempurnakan Semua Siswa

20 Maret 2025   12:53 Diperbarui: 24 Maret 2025   13:45 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pengurus OSIS sedang menyiapkan beras zakat di sekolah, 20/3/2025. (Dokumentasi pribadi)

Beras zakat di sekolah tempat saya mengajar dikumpulkan dari siswa. Siswa yang beragama Islam. Selain beras, ada juga siswa yang mengumpulkan zakat berupa uang. Uang yang senilai dengan harga beras zakat.

Jumlah siswa yang berzakat beras lebih banyak ketimbang jumlah siswa yang berzakat dengan uang. Zakat yang berupa uang dibelanjakan beras.

Pengelolaan zakat dilakukan oleh pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Artinya, pengumpulan hingga pembagian zakat, pengurus OSIS ambil peran. Tetapi, mereka ada dalam bimbingan Pembina OSIS.

Beras zakat yang sudah terkumpul, selain diberikan kepada penerima di panti asuhan, juga diberikan kepada siswa yang dipandang berhak menerima. Siswa yang dipandang berhak menerima zakat ditentukan oleh wali kelas.

Jumlah siswa penerima zakat di setiap kelas tak sama. Ada yang jumlahnya sedikit; ada yang jumlahnya banyak. Tetapi, tentu saja jumlah keseluruhan siswa yang berhak menerima zakat tak seberapa kalau dibandingkan dengan jumlah siswa yang tak berhak menerima zakat.

Hanya, umumnya, siswa yang berhak menerima zakat merasa malu saat zakat diterimakan. Baik siswa putri maupun putra.

Perasaan malu ini bisa saja disebabkan oleh adanya persepsi di dalam masyarakat bahwa yang namanya "penerima" berbeda dengan "pemberi" dalam skema bawah-atas.

Penerima dipersepsikan berada di posisi bawah. Sedangkan, pemberi dipersepsikan berada di posisi atas. Siswa yang belum mendalam pengetahuan dan pengalamannya, terbawa dalam persepsi seperti ini.

Sehingga, seperti sudah disebut di atas, banyak dijumpai siswa malu menerima zakat. Malu karena dilihat, terutama, oleh siswa yang lain, yang tak berhak menerima zakat.

Sekalipun siswa yang tak berhak menerima zakat, yang notabene teman-temannya sendiri, tak ada satu pun yang mempermalukan. Mereka dalam relasi yang baik-baik saja. Bermain, belajar, berdiskusi, dan bercengkerama tetap bersama. Mereka berteman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun