Gazebo yang diusahakan oleh sekolah, tak sekadar untuk estetika. Juga tak sekadar untuk belajar. Tetapi, gazebo sekolah dapat menjadi ruang relaksasi bagi siswa saat pulang sekolah.
Gazebo yang di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, ada empat yang diletakkan di halaman depan sekolah. Halaman depan sekolah yang berumput pada keempat pojoknya didirikan gazebo, masing-masing satu.
Jarak satu gazebo dengan gazebo yang lain tak terlalu jauh. Tetapi, cukup dengan berjalan kaki dari satu gazebo ke gazebo yang lain kurang lebih 30 langkah kaki orang dewasa.
Jalan kaki dari gazebo sudut ke gazebo sudut yang lain merunut garis diagonal halaman, paling tambahnya tak sampai sepuluh langkah kaki orang dewasa. Jadi, sekali lagi, antargazebo tak terlalu jauh.
Tetapi, yang menarik adalah setiap pulang sekolah, keempat gazebo menjadi tempat siswa berkumpul. Tentu saja mereka yang tak ingin segera pulang. Tetapi, ada juga di antaranya karena masih menunggu jemputan.
Karena hanya ada empat gazebo, tak cukup untuk menampung banyak siswa. Sebagian besar siswa sangat mungkin ingin memanfaatkan gazebo saat pulang sekolah, lebih-lebih siswa yang masih menunggu jemputan.
Tetapi, memang tak memungkinkan semua siswa yang ingin memanfaatkannya tertampung. Sehingga, yang beruntung adalah mereka yang lebih dahulu berkesempatan. Begitu gazebo sudah terisi oleh beberapa siswa, sekumpulan siswa lain yang menyusul datang telah menyadarinya.
Artinya, mereka tak akan berkumpul di gazebo yang telah berisi ini. Sementara, sekelompok siswa yang berada di gazebo sudah menikmati kebersamaannya, yang terlihat amat menggugah hati.
Bisa saja terjadi sekumpulan siswa yang pada hari tertentu tak berkesempatan menempati gazebo, pada hari yang lain mereka berkesempatan menempatinya. Sebaliknya, sekelompok siswa yang pada hari tertentu menempatinya, pada hari yang lain tak menempatinya.
Begitu yang terjadi atas pemanfaatan gazebo sekolah. Siswa atau sekelompok siswa yang lebih dahulu menempati, seolah berhak menempatinya. Sementara siswa atau sekumpulan siswa lain yang tiba kemudian menyadari tak menempatinya.