Selama ini, rerata orangtua/wali murid jarang datang ke sekolah. Kecuali ada kepentingan yang mendesak, misalnya, untuk menemui anaknya. Atau, ada kepentingan administrasi sekolah.
Kenyataan ini sudah sejak lama terjadi. Yang, tentu saja tidak salah. Sebab, anak-anak sudah mendapat pendampingan dan bimbingan dari guru yang memang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Maka, wajar jika orangtua/wali murid jarang datang ke sekolah. Paling-paling kedatangan mereka ketika ada undangan dari sekolah untuk mengambil rapor anak.
Taruhlah, misalnya, mengambil rapor anak per akhir semester. Dengan demikian bisa dihitung jumlah mereka datang ke sekolah setiap tahunnya. Hanya dua kali. Tidak lebih.
Kecuali, anaknya memiliki masalah, yang mengharuskan mereka datang ke sekolah. Untuk mendiskusikan masalah anak. Yaitu, mencari solusi bersama agar anak dengan bantuan sekolah dan orangtua/wali murid dapat menyelesaikan masalahnya.
Berkaitan dengan hal ini sudah barang tentu orangtua/wali murid datang ke sekolah lebih dari dua kali dalam setahun. Bisa saja misalnya, 3, 4, 5, atau 6 kali dalam setahun. Tergantung masalahnya, ringan atau berat.
Hanya, dalam konteks seperti ini, kedatangan orangtua/wali murid tidak dalam kondisi yang menyenangkan. Tetapi, sebaliknya dalam kondisi yang menyedihkan.
Dalam keadaan demikian, orangtua/wali murid sangat mungkin  kurang percaya diri memasuki lingkungan sekolah. Apalagi, misalnya, mereka harus menuju ke ruang Bimbingan dan Konseling (BK). Ini tentu merasa sangat terbeban.
Karena, selama ini, ruang BK dianggap tempat murid bermasalah. Padahal, sebetulnya tidak. Ruang BK seharusnya menjadi tempat untuk berkonsultasi dan berdiskusi bagi semua murid, tidak terkecuali.
Bisa saja yang berkonsultasi dan berdiskusi murid yang tidak bermasalah. Mereka murid yang malah berprestasi, juga berkarakter terpuji.