Untuk segmen anak (remaja) tidak mudah mendapatkan kesadaran semacam itu. Mungkin hanya anak-anak tertentu. Maka, orangtua harus mendampingi anak. Mengajaknya refleksi atas pengalaman hidup yang dialami. Dan, mengawalnya untuk mengambil keputusan yang kemudian menindaklanjutinya.
Kedua, ternyata dalam kondisi tertentu dia masih tergoda dengan gawai. Ingin menggunakan gawai untuk memenuhi keinginannya. Di antaranya, tiktok-an, menulis status, dan membaca status teman. Keinginan itu begitu kuat.
Tentu saja hal tersebut wajar. Dialami oleh kebanyakan remaja. Baik laki-laki maupun wanita. Anak-anak seusia anak SMP dan SMA/SMK dan yang sederajat seolah sulit lepas gawai.
Ke mana dan kapan pun, gawai selalu ada di tangan mereka. Ini fakta yang tidak dapat dimungkiri. Hanya anak-anak seusia mereka yang tidak memiliki gawai yang dapat lepas dari gawai.
Tetapi, sepertinya, hampir sebagian besar anak seusia SMP dan SMA/SMK dan yang sederajat memiliki gawai. Lebih-lebih pasca pandemi Covid-19. Tidak ada anak yang tanpa gawai kesehariannya, termasuk anak-anak yang lebih kecil lagi.
Peran orangtua ternyata penting dalam kondisi seperti itu. Dia mengatakan bahwa ibunya yang selalu mengingatkan untuk tidak terus pegang gawai untuk bermain.
Jika sudah diingatkan oleh ibunya, dia melepaskan gawai dari tangannya. Tidak bermain lagi dengan gawai. Kesadaran ini memang butuh proses. Kesadarannya saya kira dibentuk sejak dia mengalami kegagalan masuk sekolah pilihan.
Sehingga dengan cukup ibunya mengingatkan saja untuk tidak bermain gawai, dia menyadarinya bahwa tindakan yang dilakukan salah. Lalu, mengarahkan diri untuk belajar. Sebab, jika tidak belajar dengan baik bisa-bisa kelak pun mengalami kesulitan masuk sekolah.
Ketiga, terlihat juga bahwa komunikasi orangtua terhadap anak sangat dibutuhkan untuk memotivasi anak belajar. Saya percaya bahwa ketika ibunya mengingatkan dia tidak pegang gawai, ibunya tentu dalam kondisi tidak pegang gawai.
Konsekuensi ini yang harus dipenuhi oleh orangtua. Sebab, tidak ada dampak positif jika orangtua mengingatkan anak tidak bermain gawai, tetapi orangtua masih memegang gawai.
Menempatkan komunikasi langsung antara orangtua dan anak sebagai sesuatu yang tidak boleh ditunda. Sebab, karena gawai, sering keintiman komunikasi dalam keluarga terganggu, termasuk komunikasi antara orangtua dan anak.
Bahkan, sekalipun duduk dalam satu ruang bisa-bisa tidak berkomunikasi, tetapi pegang gawai sendiri-sendiri. Ini masalahnya.