Saya yakin remaja di desa-desa yang lain pun sangat mungkin melakukan tren yang sama. Yaitu, balap motor liar.
Tren ini --karena salah satu hobi remaja-- sangat mudah menyebar di kalangan remaja pada zaman digital ini. Gawai yang mereka miliki sangat mendukung penyebarannya.
Tidak ada data
Mengendarai motor secara biasa saja sering terjadi kecelakaan. Misalnya, selama operasi lilin (24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022) tercatat ada kenaikan 31 persen jumlah kecelakaan lalu lintas dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada periode yang sama tahun sebelumnya ada 772 kecelakaan. Sedangkan, pada 2020 ada 529 kecelakaan (sumber 1).
Tentu dalam mengendarai motor secara liar, tepatnya balap motor liar, korbannya dimungkinkan lebih banyak. Sebab, setiap malam Minggu ada dan keberadaannya menyebar dari kota hingga desa.
Akibat yang terparah pun bisa saja terjadi. Yaitu adanya korban tewas. Sayang, korban balap motor liar tidak pernah dilaporkan kepada polisi. Sehingga, selama ini tidak ada data kecelakaan balap motor liar (sumber 2).
Terkait dengan hal itu, saya memiliki informasi. Kata salah seorang siswa saya begini, korban tewas memang langsung dibawa dengan ambulans.
Ambulans dihubungi oleh teman-teman korban. Jadi tidak melibatkan polisi. Pun tidak melibatkan orang-orang kampung terdekat lokasi. Dengan begitu, tidak mungkin ada data yang dapat tercatat.
Edukasi bersama
Salah seorang siswa saya yang menjadi informan itu mengaku bahwa ia hanya melihat. Pengakuan itu belum tentu benar. Artinya, bisa saja ia ikut menjadi pembalap liarnya.