Akan tetapi, menjadi bermasalah kalau komunikasinya dilakukan secara tulis. Pesan dapat diterima secara jelas sekaligus  penulisan yang benar akan jauh lebih bermanfaat, yaitu sebagai upaya edukasi berbahasa.Â
Sebab, penerima pesan (anak didik) kecuali mengerti isi pesan, juga memahami kaidah berbahasa tulis.
Gambaran di atas sebetulnya hendak menunjukkan bahwa ternyata tidak mudah mempelajari ejaan bahasa Indonesia yang benar.Â
Oleh karena itu, kita patut bersyukur kalau ternyata di tengah-tengah masyarakat ada orang atau badan yang memiliki kepedulian terhadap penggunaan ejaan bahasa Indonesia yang benar. Coba Anda sesekali mencermati papan identitas (plang) di apotek saat Anda antre membeli obat.Â
Plang itu ditulisi kata apotek atau apotik? Kalau plang itu ditulisi apotek, tentu diikuti kata yang menandai nama apotek, orang atau badan usaha yang memiliki apotek itu sudah pasti peduli terhadap ejaan bahasa Indonesia yang benar.Â
Ada contoh lain yang dapat kita inventarisasi. Misalnya, kata museum (di papan penunjuk menuju museum), praktik (di plang tempat praktik dokter), dan dr. (singkatan dokter yang umumnya terpampang di papan informasi di rumah-rumah sakit).Â
Intinya, sekarang sudah mudah ditemukan tulisan-tulisan dengan ejaan yang benar di plang di tempat-tempat terbuka dan lokasi-lokasi pelayanan masyarakat. Â
Dahulu, hampir semua plang sebagai penanda sesuatu, yang mudah terlihat oleh mata, tidak terisi teks dengan ejaan yang benar. Sepertinya asal ditulis, yang penting komunikatif. Sisi artistik memang diperhatikan.Â
Jadi, masyarakat mengerti maksudnya dan nyaman saat membacanya saja, dipandang sudah layak. Plang tersebut dipajang dalam waktu yang lama. Bisa bertahun-tahun.Â
Ketika rusak, diganti dengan papan yang baru dengan teks dan ejaan yang tidak berubah. Yang,  berarti kesalahan berbahasa terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya, orang yang membaca  memiliki pengetahuan yang salah.
Sangat disayangkan hal tersebut bisa terjadi. Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang sudah ada sejak 1972, tidak digunakan sebagai pedoman. Sehingga waktu itu banyak ditemukan tulisan atau teks dengan ejaan yang salah di papan-papan identitas.Â