Mohon tunggu...
Muhammad Harpani
Muhammad Harpani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Baca - Tulis - Gambar

Belajar Konsisten, Abaikan Mood

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wasiat Idul Fitri

17 September 2010   11:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:10 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lantunan takbir, tahmid, tasbih dan tahlil akhirnya tergumam juga di bibir tua milik ayahnya. Arul begitu takjub memperhatikannya. Inilah suasana yang senantiasa ia rindukan. Seusai berbuka dan menjelang shalat Isya, sang ayah lama bersimpuh di atas sajadah, di ruangan kecil yang difungsikan sebagai mushalla rumah. Malam itu, sudah masuk tanggal satu Syawal. Itu artinya esok pagi, sudah lebaran.

Arul memutuskan mudik, satu hari sebelum hari raya, bersama istri dan anaknya. Mereka berkonvoi bareng adiknya naik motor. Perjalanan yang mengundang kekhawatiran banyak orang. Karena, mengajak anak kecil berusia dua tahun naik motor selama lebih dari tiga jam!

Namun itulah seninya mudik. Itulah yang menjadi bahan bakar bagi para pemudik yang rela bersusah-payah hanya untuk merajut tali silaturahim dengan keluarga di kampung.

Selama Idul Fitri di kampung, Arul mendapat pelajaran berharga. Banyak cerita yang ia dapat dari teman dan kerabat tentang Idul Fitri dan orangtua.

Ada yang bercerita tentang seorang ibu yang menangis, menasihati anaknya di telpon. Karena jarang sekali memberi kabar kepada orangtua. Padahal sang anak jauh di rantau, di seberang lautan. Namun, sedikit sekali waktu yang dapat diberikan kepada orangtuanya, walau sekedar untuk berbasa-basi menanyakan kabar.

Padahal, orangtua hanya ingin mendengar suara anak yang telah dilahirkan dan dibesarkan dengan berdarah-air mata. “Apakah begitu sibuknya dengan pekerjaan, sehingga menelpon sambil tidur-tiduran pun tidak sempat?”, ujar teman Arul menirukan ucapan sang Ibu.

Cerita lain yang lebih sadis, didengarnya dari kerabatnya sendiri. Bagaimana, di usianya yang sudah senja, seorang bapak dipusingkan oleh kelakuan putri bungsunya. Menjelang idul fitri, tepatnya H-2, anak perempuannya itu, dikembalikan oleh sang suami kepadanya. Ia ditalak dua oleh sang suami.

Hati orangtua mana yang tidak hancur menerima kenyataan itu. Idul Fitri yang seharusnya memancarkan kegembiraan, harus berganti dengan kesedihan. Selidik punya selidik, sang anak terlibat hutang dengan pengijon hingga angka Rp15 juta! Dan ini bukan kasus pertama untuk anaknya itu. Sebelumnya, ia sempat terjerat pula dengan rentenir. Walau dengan nominal yang lebih kecil. Namun sayang, pengalaman pertama tidak membuat ia waspada pada pahitnya jeratan rentenir. Sang suami yang juga baru belajar berumah tangga pun, menyerah karena buntu akal. Ia lebih memilih mengembalikan istrinya, ketimbang bersabar untuk menyelesaikan masalah.

Hati Arul ngilu, mendengar semua cerita itu. Matanya menerawang, betapa sedikitnya rasa terima kasih kita kepada orangtua. Tak usahlah bicara bagaimana kita mampu membelikan rumah besar untuknya. Atau, niat suci untuk memberangkatkan mereka berhaji.

Lihatlah dulu, bagaimana tindak tanduk kita dalam bergaul dengan mereka sehari-hari. Apakah sudah cukup? Atau malah, dari hari ke hari justru semakin menebalkan bukit kekecewaan mereka terhadap kita?

Mumpung, masih diberi kesempatan untuk merawat mereka di hari tuanya. Maka bahagiakanlah mereka. Tidak selalu harus menggunakan harta dan rupiah. Sekedar kiriman SMS berisi ungkapan hormat dan sayang yang tulus untuk mereka, atau sekedar memijit ringan betis mereka kala menonton televisi, itu bahkan sudah sangat mengobati keletihan dan kepayahan mereka di masa senjanya.

Sekedar mengingatkan, sudahkah anda menelpon ibu anda malam ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun