Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketimbang Impor Kekerasan dari Timur Tengah Mending dari Negeri Belanda

25 November 2016   19:17 Diperbarui: 25 November 2016   19:30 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami sekarang sedang membutuhkan yang keras-keras, tapi menolak kekerasan. Loh apa hubungannya dengan Timur Tengah dan Negeri Belanda? Semua tahu, mungkin bukan impor tapi infiltrasi atau penyusupan radikalisme yang tujuannya untuk membuat kerusuhan dinegara yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta lan raharja ini.

Menolak kekerasan tapi membutuhkan yang keras-keras, gimana nih. Begini, pada dua tulisan saya sebelum ini, saya sedang membicarakan tentang pendirian grup kesenian kuda kepang dan/atau paguyuban karawitan. Keduanya mutlak harus punya instrumen yang namanya gamelan. Sementara ada gamelan pinjaman dari Jorong Bangun Rejo kondisinya sudah menyedihkan dan perlu ditambah.

Tujuan awalnya memang mendirikan kesenian kuda kepang. Saya bilang pada teman-teman bahwa kalau manjak (memukul gamelan) kuda kepang itu—maaf bukan bermaksud merendahkan—mudah, asal hafal gending Ricik-Ricik, Unthu Luwuk atau Eling-eling Banyumasan sudah bisa manjaki (mengiringi ) kuda kepang, apalagi pegon cukup satu atau dua not. Dan gamelannya juga tidak perlu banyak-banyak, cukup bonang, kendang, demung, saron, kenong dan gong.

Namun, karena saya sudah diminta untuk membantu melatih karawitannya, kepalang tanggung, sekalian saja kita belajar gending-gending yang bisa untuk mengiringi pagelaran wayang kulit. Sebab, saya bilang pada teman-teman, bila kita sudah bisa mengikuti (menjadi niyaga) wayang kulit otomatis kita bisa manjakikethoprak, ludrug dan kuda kepang.

Jadi sekalian kita lengkapi—meski tak selengkap gamelan dari Jawa—gamelannya yang bisa untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit. Diantaranya yang harus ada adalah slenthem, gender, gambang, suling, siter, clempung dan sebagainya.

Banyak yang setuju, meski ada satu dua yang menolaknya—lantaran ingin cepat-cepat tampil. Tapi, masalahnya adalah darimana mencari bahannya untuk membikin slenthem, saron, demung, gender dan gong. Kalau gambang, suling bahannya sangat melimpah ruah. Mau bikin seratus set gambang, bahannya tak bakal kekurangan. Sedangkan gamelan selain gambang, wilahan(bilah)nya menggunakan besi yang agak keras, agar suaranya bening, meski tak sebening perunggu.

Ada yang tahu, dinding dapur rumah Mbah Bidi terdiri dari besi plat bekas lantai pabrik teh jaman Belanda. Melihat tingkat kekerasan dan ketebalannya rasanya bisa dibuat balungan (slenthem, demung, saron, peking dan gender), paling tidak bisa dibuat kempul.

plat3-583829e3c2afbd1d08e524b8.jpg
plat3-583829e3c2afbd1d08e524b8.jpg
plat2-58382a3ca123bd35137dd2d8.jpg
plat2-58382a3ca123bd35137dd2d8.jpg
Kebetulan Mbah Bidi termasuk salah satu anggota senior. Dan, kebetulan dulu beliau pernah menjadi pengendang kuda kepang. Setelah dirembug bersama alhasil Mbah Bidi rela dibongkar dinding dapurnya, yang penting ada gantinya, entah berupa papan atau yang lain. “Asal untuk dibuat gamelan silakan ambil, tapi kalau untuk yang lain, nggak bisa, tanya Mas Sakimun, suruh lihat kesini, kalau bisa dipakai, bongkar sekarang!”ujar Mbah Bidi tegas.

Rindhik asu digitik, teman-teman esok harinya langsung mencongkel dinding dapur Mbah Bidi. Tentunya setelah saya lihat dan saya bilang bisa dipakai. “Yang penting platnya ambil dulu, bawa keruma, masalah bisa dipakai atau tidak, itu urusan belakang, kalau kurang tebal nanti bisa kita pakai untuk blengker bonang” tegas saya menyemangati teman-teman.

Ini yang saya maksud impor dari negeri Belanda. Mbah Bidi mengambil besi-besi plat itu dari pabrik teh bekas milik Belanda yang sudah inggrup(apa ya inggrup, bangkrutlah)  dan ditinggalkan oleh pemiliknya pulang kampung kenegeri asalnya. Tentu bahan-bahan bangunan berupa tiang-tiang, dinding dan lantai dari besi didatangkan dari negeri Belanda. Sisa-sisa bangunan yang masih bisa digunakan diambil  “dijarah” oleh warga, salah satunya Mbah Bidi yang ikut “menjarah”. Terimakasih Mbah, bisa jadi gamelan kita nanti.

Bersambung.......Pilih Pilah Bilah-Bilah  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun