Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tujuh Belas Agustus Dua Ribu Empat Puluh Satu

19 Agustus 2014   03:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:11 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_319900" align="aligncenter" width="600" caption="Dirgahayu Republik Indonesia. dok.pri"][/caption]

Tujuh Belas Agustus Dua ribu Empat Puluh Satu

Pada tanggal 17 Agustus 2041 disuatu tempat di kaki Gunung Hambalang, seorang kakek berusia 90 tahun dihalaman rumahnya  sedang menancapkan sebatang bambu yang ujungnya telah diikatkan sehelai bendera lusuh berwarna oranye  abu-abu muda. Warna aslinya adalah merah putih, namun karena telah termakan usia, bendera itu pun pudar dan berubah warna.

Kakek Bowo Prawiro, demikian namanya, hanya berdua dengan Nenek Siti isteri tercinta yang setia menemaninya hingga diujung usia. Mereka hanya menempati sebuah gubuk bambu beratap ijuk berlumut.  Meski demikian Kakek Bowo (panggilan akrabnya) hidupnya merasa tenang, tentram dan damai dibandingkan 27 tahun sebelumnya.

Meski hidup jauh dari keramaian, Kakek Bowo sering dikunjungi—tepatnya disinggahi—anak-anak muda pecinta alam yang menyempatkan diri mampir sebelum meneruskan perjalanannya mendaki gunung. Rumah Kakek Bowo dijadikan tempat persinggahan atau peristirahatan sejenak menghilangkan kepenatan. Tak hanya pecinta alam, terkadang anggota pramuka pun jika mengadakan kegiatan kepramukaan sering singgah dirumah Kakek Bowo.

Kakek Bowo meski usianya nyaris satu abad, namun masih kelihatan tegar dan berwibawa (sesuai namanya) dan bijaksasna. Itulah kenapa anak-anak muda senang singgah di rumah Kakek Bowo dan mendengarkan cerita kehidupan Kakek Bowo dari masa mudanya hingga beliau tinggal menetap di tengah belantara.

Meskipun beliau bukan seorang pahlawan, Kakek Bowo  adalah seorang pejuang, dan nasionalis sejati. Tak hanya mendirikan bendera disetiap tanggal 17 Agustus dihalaman rumahnya, dinding gedek rumah Kakek Bowo  dihiasi sebuah bendera merah putih ukuran 80 x 120 cm, dan ada tiga buah gambar garuda yang di tempelkan di bendera tersebut. Paling atas gambar lambang Negara Republik Indonesia, disisi kiri agak kebawah gambar garuda merah, disisi kanan sejajar dengan gambar garuda merah ada gambar kepala burung garuda  dalam bingkai segi lima. Dan ada sebuah foto seorang prajurit yang nampak gagah dan berwibawa berseragam loreng memakai baret merah dipasang tepat dibawah lambang burung garuda. Itulah foto Kakek Bowo Prawiro di kala mudanya.

Tidak jauh dari tempat kediaman Kakek Bowo, Gerakan Pramuka sedang mengadakan kegiatan kepramukaan. Disela-sela acara, beberapa orang anggota pramuka menyempatkan diri berkunjung ke rumah Kakek Bowo. Selain ingin mengetahui keadaan kesehatan Kakek Bowo dan Nenek Siti, para anggota pramuka tersebut ingin mendapatkan wejangan atau nasihat dan petunjuk dari Kakek Bowo yang terkenal sangat semanak, ramah, berwibawa (sesuai namanya) dan bijaksana itu.

“Kakek tidak akan memberi wejangan atau nasihat kepada kalian, kakek hanya ingin bercerita tentang romantika hidup berbangsa dan bernegara kakek 27 tahun yang lalu, semoga kalian bisa memilah, ambil yang baik dan abaikan yang buruk” ujar kakek Bowo disuatu hari ketika salah seorang yang memakai topi cokelat berlambang tunas kelapa itu minta wejangan pada Kakek Bowo.

“Katanya kakek dulu pernah mencalonkan diri menjadi presiden, ya kek” tanya salah seorang anggota pramuka.

“Betul, dan beberapa kali kakek kalah, eh mengalah” timpal kakek Bowo singkat.

“Kenapa bisa kalah kek? Padahal katanya pendukung dan tim sukses kakek itu orang hebat-hebat, politisi handal, bergelar profesor doktor, kok bisa kalah kek” sambung pramuka tadi.

“Ingin menjadi presiden itu memang harus ada niat. Niat, itu beda dengan ambisius, dan kakek akui, kala itu kakek sangat ambisius, ternyata kakek kalah dengan capres yang benar-benar dikehendaki dan didukung rakyat.” Jawab kakek Bowo singkat.

“Kata orang, kekalahan kakek dulu karena kakek takut kalah sehingga kakek sering menyindir, mengejek, dan bahkan memfitnah lawan kakek, juga pendukung kakek waktu itu banyak melakukan kecurangan, apa betul begitu kek?” tanya pramuka lainnya agak menohok.

“Ah, kalian ini seperti wartawan saja mengorek-ngorek sesuatu yang tidak pernah saya lakukan, ini baru fitnah namanya, dan lagi itu kan kejadian dua puluh tujuh tahun lalu, apakah kalian masih percaya itu?” sergah Kakek Bowo dengan nada agak meninggi.

“Tapi kek, ini era digital, zamannya aiti,  teknologi semakin canggih dan cerdas, jangankan empat puluh tahun lalu, lima ratus tahun lalu saja bisa dilacak jejaknya kek?” tegas pramuka.

“Sudah, lupakan masa lalu, kalian kemari perlunya apa, mau mencari jejak? kan saya sudah bilang, yang baik diambil, dan abaikan yang buruk, dengar itu?” bentak Kakek Bowo.

“Dengar kek”

“Kakek dan Nenek disini ingin menghabiskan sisa usia kakek dengan tenang, tanpa direcoki hiruk pikuk politik, makanya jangan kalian ulangi lagi pertanyaan yang menyangkut politik, mengorek-ngorek luka lama, kecuali pertanyaan bagaimana mempertebal rasa nasionalisme dan bagaimana cara agar kita bisa mandiri, kita tidak dijadikan sebagai kacung di pentas dunia, catat itu!”sambung Kakek.

“Terimakasih kek”

“Ingin tahu kadar nasionalisme kakek? Lihat itu diluar, meskipun berada ditengah belantara dan dibawah rerimbunan pohon, setiap tanggal 17 Agustus kakek selalu mengibarkan bendera merah putih. Dan lihat ini di dinding dibelakang kakek ini, meskipun dinding dari anyaman bambu, tapi dihiasi bentangan merah putih dan lambang burung garuda pancasila. Dan ingat, jangan sesekali berani mengusik  apalagi menggantikan lambang dan dasar negara dengan yang lain, sadumuk bathuk sanyari bumi.” pungkas Kakek Bowo.

“Dan pada ulang tahun kemerdekaan yang ke-106  ini, kakek hanya bisa mengucapkan Dirgahayu Negara Republik Indonesia, MERDEKAAAAAAA..........” tutup Kakek Bowo Prawiro seraya  mengantarkan para anggota pramuka hingga pintu pagar bambu rumahnya.

“Merdekaaaa....!!!”

-----

[caption id="attachment_319901" align="aligncenter" width="640" caption="Prabowo. Edit.pri"]

14083669551417288203
14083669551417288203
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun