Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Spiritualitas Istri Salihah

18 Januari 2015   16:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:53 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14215493301350681677

[caption id="attachment_391481" align="aligncenter" width="600" caption="ilustrasi : www.pinterest.com"][/caption]

Salah satu karakter yang mendukung sosok istri salihah adalah kebaikan kondisi spiritual atau ruhaniyahnya. Kondisi spiritual yang baik menjadi pondasi yang kokoh bagi terwujudnya berbagai sikap positif pada diri istri. Kecantikan wajah, kemolekan tubuh, berserinya penampilan, tidak bisa didapatkan dengan kepura-puraan. Semua harus bermula dari kecantikan spiritualitas.

Kondisi Spiritual Istri Salihah

Spiritualitas menjadi pondasi bagi kehidupan umat manusia. Di antara kondisi spiritual istri salihah yang akan memunculkan berbagai kebaikan sikapnya adalah:

1.Ketaatan ibadah

Ketaatan dalam ibadah akan menjadi pondasi spiritualitas istri salihah. Secantik apapun, semolek apapun, seseksi apapun, jika tidak taat beribadah, itu semua hanya casing yang akan cepat rusak. Ingat kecintaan dan kasih sayang suami kepada istri tidak akan terjadi hanya dari hal-hal yang bersorak fisik semata-mata. Munculnya cinta dan kasih sayang justru bermula dari kebaikan dan kecantikan dari dalam jiwa.

Saya mengirim pertanyaan kepada sebelas orang suami –teman-teman saya-- melalui WhatsApp, “Apa yang menyenangkan bagi anda ketika memandang istri anda?” Pertanyaan ini untuk sekedar menjadi gambaran hal apa saja yang bisa membuat suami merasa senang saat memandang istrinya. Tentu saja jawaban mereka tidak bisa mewakili semua laki-laki, tapi hanya sekedar menjadi bagian dari gambaran saja tentang hal yang membuat suami senang dari istrinya.

Ada banyak jawaban yang cukup surprise bagi saya, karena ternyata tidak semua bercorak fisik. Memang banyak yang menjawab soal kecantikan, kemolekan, penampilan tubuh, aroma tubuh, pakaian, dandanan dan seterusnya. Ternyata banyak yang menjawab dari segi ketaatan ibadah.

“Saya senang memandang istri saat ia taat menjalankan ibadah,” jawab seorang suami. Ada beberapa jawaban yang serupa dengan itu. Rupanya yang menyenangkan pandangan suami bukan hanya hal yang berkaitan dengan kecantikan fisik semata, namun kecantikan hati, kecantikan jiwa, kecantikan spiritual yang terpancar dalam perbuatan da penampilannya.

Ternyata pemandangan seorang istri yang tengah mengaji bersama anak-anak, istri yang tengah shalat bersama anak-anak, menjadi hal yang menyenangkan hati suami. Di sisi lain, ketaatan ibadah menjadi pondasi yang kokoh untuk spiritualitas kehidupan istri salihah. Dengan ketaatan beribadah, membuat seseorang semakin dekat dengan Allah sehingga memberikan pengaruh positif terhadap stabilitas jiwanya. Hati menjadi teduh, pikiran menjadi tenang, kehidupan menjadi tenteram, karena selalu dekat dengan Allah dengan ketaatan ibadah.

2.Kepatuhan kepada Suami

Kepatuhan adalah salah satu sikap istri salihah, tentu saja dalam hal yang benar dan baik. Tidak ada kepatuhan dalam hal-hal yang bersifat kejahatan dan keburukan. Ketika suami menghendaki sesuatu yang buruk, jahat, menyimpang serta melanggar kebenaran dan kepatutan. Yang dipatuhi dari suami hanyalah dalam hal-hal yang benar, baik dan patut. Kepatuhan istri menjadi sesuatu yang menyenangkan hati suami. Bagian dari nilai ke-salihah-an seorang istri.

Sebaliknya, ketidakpatuhan terhadap suami akan menjadi hal sangat mengganggu perasaan suami. Istri yang bertindak, berbuat, berkata semaunya sendiri, tidak peduli dengan keinginan suami, tentu menjadi hal yang sangat mengganjal perasaan suami, bahkan bisa menyakitinya. Pembangkangan istri terhadap suami bisa menjadi bagian dari pelanggaran agama, karena adanya konsep kepemimpinan rumah tangga yang diberikan kepada suami.

Istri yang patuh terhadap suami bukanlah istri yang diperbodoh oleh suami atau diperbudak oleh suami. Lebih nyaman kita memandangnya dalam konteks relasi yang saling memerlukan, saling membutuhkan, saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Dalam teori organisasi, selalu memerlukan pemimpin yang definitif. Tidak bisa dibayangkan suatu organisasi yang berjalan tanpa pemimpin dan kepemimpinan. Organisasi akan solid karena ada visi, tujuan, metoda, sarana, tapi juga ada pemimpin dan anggota yang taat kepada kepemimpinan.

Keluarga sebagai organisasi atau lembaga atau unit masyarakat terkecil, juga harus memiliki pemimpin yang jelas, dan oleh karena itu diperlukan kepatuhan pihak yang dipimpin. Kepemimpinan dalam konteks rumah tangga adalah kepemimpinan cinta, kepemimpinan kasih sayang, kepemimpinan dalam bingkai sakinah, mawaddah wa rahmah. Bukan kepemimpinan otoriter, bukan kepemimpinan rejim yang zhalim. Namun kepemimpinan yang mengarahkan dan memberdayakan.

Maka sikap kepatuhan istri dalam kepemimpinan penuh cinta, adalah kepatuhan yang membahagiakan. Bukan kepatuhan yang menyakitkan atau kepatuhan yang membodohkan.

3.Tulus dalam pelayanan dan pengurbanan

Salah satu sisi spiritualitas istri adalah ketulusan dalam pelayanan dan pengurbanan. Istri memberikan pelayanan berdasarkan ketulusan hati, bukan keterpaksaan, bukan semata karena mengerjakan kewajiban. Istri melayani suami dan bersedia berkorban untuk suami dengan ketulusan jiwa. Ketulusan ini akan terpancar dalam tindakan melayani dan berkorban untuk suami. Betapa banyak kisah ketulusan istri saat merawat suami yang sakit bertahun-tahun hingga wafatnya.

Ketulusan ini tidak tergantikan oleh apapun. Dan inilah yang menyebabkan suami memiliki kecintaan dan kenangan yang tak akan pernah tergantikan terhadap istri. Masakan istri, pelayanan istri, bantuan istri, kerelaan istri dalam membukakan pintu saat suami pulang malam hari, semua ketulusan itu akan menjadi ingatan positif dan penguat kecintaan pada diri suami. Bandingkan dengan pelayanan profesional di hotel, pesawat, perbankan dan lain sebagainya.

Jika kita memiliki uang yang mencukupi, kita bisa memesan kamar tipe president suite di hotel bintang lima. Di kamar tipe tersebut, kita mendapatkan pelayanan lebih istimewa dibandingkan dengan hotel melati, juga lebih istimewa dibandingkan di kamar standar pada hotel yang sama. Kita akan mendapatkan keramahan lebih banyak, mendapatkan senyuman lebih banyak, dan mendapatkan fasilitas kemudahan lebih banyak. Itu semua karena kita mengeluarkan uang lebih banyak dibandingkan menginap di kamar standar atau di hotel kelas melati.

Namun jika kita tidak memiliki sejumlah uang untuk menyewa kamar maka kita tidak akan dilayani, walaupun kita telah beberapa kali menginap di hotel yang sama dan mereka juga telah mengenal kita. Suatu malam para petugas hotel menjumpai kita tengah termenung di pinggir jalan karena kehabisan uang dan tidak tahu akan menginap di mana, mereka tidak akan menawarkan kamar gratis, walaupun kita berada di jalan dekat sekali dengan hotelnya. Mereka hanya setia, apabila kita mampu membayar sewa kamar. Sebatas itulah nilai kesetiaan sebuah hotel.

Tidak demikian dengan pelayanan dan pengorbanan seorang istri. Ketika istri melayani suami dengan tulus, ia akan memperlukan suaminya secara baik dalam kondisi memiliki uang ataupun tidak, dalam kondisi memiliki fasilitas ataupun tidak. Mungkin ada berbagai kekurangan istri dalam memberikan pelayanan. Namun istri melakukannya dengan kehadiran jiwa. Dia memberikan pelayanan dengan hati dan perasaan.

Tidak seperti para petugas hotel bintang lima yang tersenyum karena ada bayaran. Semakin besar kita membayar, semakin lebar senyum diberikan. Tidak seperti petugas pesawat executive class, yang menyapa ramah karena kita membayar. Mereka tersenyum secara “profesional”, yaitu senyum karena profesi. Tanpa kehadiran hati dan perasaan yang tulus. Mereka hanya menyapa dengan ramah saat kita menjadi penumpang pesawatnya. Sangat berbeda dengan pelayanan istri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun