Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selenting Apa Keluarga Anda?

24 Juli 2016   11:03 Diperbarui: 24 Juli 2016   11:12 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.ultraupdates.com

Untuk mewujudkan ketahanan keluarga, ada beberapa aspek yang sangat penting dan signifikan untuk mendapatkan perhatian. Pada empat postingan terdahulu, berturut-turut telah saya sampaikan tentang tentang aspek persiapan menjelang pernikahan, aspek pembinaan hidup berumah tangga, aspek pemberdayaan keluarga, aspek pencegahan, dan aspek penyelesaian masalah.

Kesempatan kali akan saya sampaikan aspek pemulihan.Setelah sempat mengalami persoalan berat, keluarga perlu memiliki kelentingan untuk pulih dari kondisi terpuruk. Dalam kasus yang ringan hingga sedang, pemulihan ini tidak memerlukan waktu yang lama. Namun pada kasus tertentu yang spesifik, bahkan memerlukan terapi dan pendampingan secara intensif, serta memerlukan waktu yang panjang untuk pemulihan.

Kelentingan (Resiliensi) Keluarga

Sangat penting untuk meningkatkan resiliensi (kelentingan) keluarga, sehingga memiliki kemampuan untuk cepat pulih setelah mengalami berbagai persoalan baik ringan maupun berat dalam kehidupan. Yang dimaksud sebagai resiliensi atau kelentingan adalah kemampuan untuk bangkit kembali setelah sempat terpuruk dalam permasalahan yang berat. Kemampuan untuk kembali ke suasana bahagia setelah sempat berada dalam kepedihan yang sangat berat.

Sebuah benda dikatakan lenting (resilien) apabila benda itu ketika ditekuk atau diremas dengan kuat, ia bisa segera kembali ke bentuknya semula. Bayangkan botol wadah air mineral kemasan, saat airnya habis lalu botol plastik itu anda remas, dengan mudah anda bisa mengembalikan ke bentuk semula. Itu benda yang lenting. Benda dikatakan “tidak lenting” apabila saat diubah bentuk karena benturan atau tekukan atau remasan, benda itu tidak bisa kembali lagi ke bentuknya semula. Bayangkan botol wadah minuman softdrink bersoda, saat anda remas, ia tidak akan bisa kembali ke bentuk semula. Ia sudah rusak, dan tidak bisa kembali lagi ke bentuk asalnya.

Program pemulihan dilakukan dengan meningkatkan tingkat resiliensi baik individu maupun keluarga. Bagi bangsa Indonesia yang terkenal religius, ajaran agama adalah pokok pondasi membangun resiliensi. Keyakinan bahwa semua kejadian dalam hidup selalu ada hikmah dan pelajaran, keyakinan bahwa selalu ada jalan keluar bagi orang yang bertaqwa, keyakinan bahwa kesabaran mendatangkan kebaikan, keyakinan bahwa ada hari pembalasan, semua menjadi faktor peningkat resiliensi.

Dalam kehidupan seseorang dan keluarga, resiliensi ini sangat terkait dengan nilai dan keyakinan hidup setiap orang. Makin bagus kehidupan keagamaan seseorang, akan makin bagus pula tingkat resliensinya. Dalam ajaran setiap agama, selalu ada ajaran tentang pahala dan dosa, tentang surga dan neraka, tentang pengadilan kelak di hari akhir. Keyakinan seperti ini membuat seseorang bisa menerima apapun yang menimpa dirinya, karena akan ada balasan pahala dan surga bagi orang yang berbuat benar dan baik. Sebaliknya akan ada dosa dan siksa bagi orang yang berbuat salah dan jahat, walaupun mereka juga bisa memperbaiki diri dengan bertaubat.

Dalam ajaran Islam, ini masuk kategori keyakinan aqidah. Jika ada suami yang jahat, kasar, galak, suka membentak, suka memukul istri, tentu sangat menyedihkan, menakutkan dan mengerikan bagi sang istri. Namun karena sang istri memiliki kehidupan religius yang baik, maka ia mampu bersikap sabar, bahkan mendoakan agar suaminya bisa dilembutkan hatinya oleh Allah dan menjadi suami yang baik. Bahkan saat suami tidak juga bisa berubah menjadi baik, maka sang istri tetap yakin bahwa perbuatan jahat suami itu kelak akan dihisab dan diadili di hari akhir, maka sang istri menyerahkan dan pasrah kepada Allah.

Ajaran agama juga mengajarkan tentang kesabaran, keikhlasan, memaafkan kesalahan orang, berprasangka baik, berbuat baik, kemampuan pengendalian diri juga optimisme menghadapi hari esok. Ini menjadi pondasi kelentingan individu dan keluarga, yang apabila suatu ketika mendapatkan luka, maka akan sangat cepat sembuhnya. Jika suatu ketika merasakan sakit hati, akan cepat hilangnya. Sistem kehidupan yang religius ini membuat suami dan istri memiliki tingkat resiliensi yang tinggi.

Sangat banyak orang terpuruk dalam kehidupan yang semakin buruk setelah terjatuh dalam permasalahan. Mereka tidak memiliki resiliensi yang memadai, sehingga tidak segera pulih dan bangkit dari permasalahan. Bahkan semakin mengurung diri dalam ketidakbaikan. Maka sangat penting meningkatkan kehidupan keberagamaan bagi seluruh anggota keluarga.

Penerimaan Lingkungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun