Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rumah Tangga Tidak Jelas, seperti Apa?

8 September 2016   09:03 Diperbarui: 8 September 2016   18:10 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepuluh tahun lalu, Bang Toyib pergi meninggalkan Romlah bersama dua anaknya yang masih kecil. Kini anak-anak sudah tumbuh remaja dan sangat ingin bertemu ayah mereka. Bang Toyib tidak ada kabar berita, Romlah tidak bisa menghubunginya. Bahkan Romlah tidak tahu, kini Bang Toyib berada di mana. Tidak pernah mengirimkan nafkah untuk menghidupi diri dan dua anaknya. Romlah juga tidak tahu, apakah suaminya masih hidup atau sudah tiada. Ia tidak tahu harus berbuat apa, karena di satu sisi masih berharap sang suami kembali ke rumah, dan bisa hidup bahagia di sisa usia.

Keluarga Romlah dan Bang Toyib hanyalah contoh, keberadaan sebuah keluarga yang tidak definitif. Romlah tinggal di sebuah kampung jauh dari perkotaan, dianggap sebagai sebuah keluarga utuh. Namun nyatanya ia tidak memiliki suami yang bertanggung jawab menghidupi keluarga. Bahkan nyatanya Romlah tidak tahu di mana keberadaan suaminya. Sepuluh kali lebaran tidak pulang, anak-anak semakin merindukan. Awal-awal kepergian dulu, Bang Toyib masih rutin mengirim uang dan memberikan kabar berita. Namun lama-lama tidak ada kiriman uang dan tidak ada berita.

Dalam kehidupan keseharian, ada banyak keluarga yang “tidak jelas” statusnya seperti kisah di atas. Disebut tidak jelas, karena sebenarnya mereka terikat oleh pernikahan yang sah, namun tidak memiliki fungsi dan aktivitas layaknya keluarga. Ada banyak kondisi yang menyebabkan situasi demikian. Misalnya, suami yang pergi jauh meninggalkan istri dan anak-anak dalam waktu lama, tanpa menunaikan kewajiban pokok sebagai suami. Bahkan tanpa membangun komunikasi sama sekali. Ada pula istri yang pergi meninggalkan suami. Ia membawa anak-anak yang masih kecil bersamanya, hidup terpisah dari suami, dengan memutus semua komunikasi.

Ada pula suami, istri, dan anak-anak tinggal di satu rumah, namun tidak ada komunikasi antara suami dan istri selama bertahun-tahun. Suami dan istri tinggal di kamar yang terpisah, melakukan kegiatan masing-masing layaknya anak kos. Tidak saling menyapa, tidak saling berinteraksi, tidak saling berkomunikasi. Mereka tinggal serumah semata-mata agar tetap tampak sebagai pasangan suami-istri, tampak sebagai sebuah keluarga, dan untuk menyiasati agar biaya hidup lebih murah dibanding apabila mengontrak rumah sendiri-sendiri.

Menghidupkan Fungsi Keluarga

Sesungguhnya, sebuah keluarga dibangun bukan hanya untuk melakukan aktivitas “hidup bersama dalam satu rumah yang sama”. Karena definisi itu belum menggambarkan adanya sebuah sistem keluarga. Salah satu hal yang menggambarkan kehidupan keluarga sebagai sebuah sistem adalah dengan melihat fungsinya. Sepasang suami-istri yang hidup bersama dalam satu rumah, belum cukup disebut sebagai sebuah keluarga, jika tidak menghidupkan fungsi suatu keluarga. Mereka hanya bisa dikatakan sebagai orang yang “hidup bersama” tetapi sulit disebut sebagai sebuah keluarga.

Menurut BKKBN RI, ada delapan fungsi keluarga, yaitu:

  • Fungsi Agama

Bagi masyarakat Indonesia yang dikenal religius, fungsi ini menjadi paling fundamental dalam kehidupan sebuah keluarga. Agama adalah pedoman dan pemandu arah hidup. Agama adalah standar nilai. Agama adalah pengatur tingkah laku. Maka jika keluarga tidak menjalankan fungsi agama, pasti akan cepat mengalami kehancuran, karena tidak memiliki panduan dan standar nilai. 

  • Fungsi Sosial

Keluarga juga memiliki fungsi sosial budaya yang sangat tinggi. Mereka tidak hanya berinteraksi di dalam lingkup keluarganya sendiri, namun juga menjadi unit penyusun masyarakat. Mereka harus menjalani sebuah kehidupan sosial di tengah masyarakat. Keluarga juga menjadi penjaga nilai budaya yang harus terus-menerus dilestarikan keberadaannya. Mereka juga harus menjaga hubungan sosial dengan keluarga dari kedua belah pihak, termasuk sanak saudara dan kerabat.

Satu-satunya sarana yang halal dan sah untuk menyalurkan perasaan cinta dan kasih sayang antara seorang lelaki dan perempuan adalah menikah. Maka menikah dan membentuk sebuah keluarga memiliki fungsi untuk menyalurkan, menjaga, dan mengembangkan perasaan cinta serta kasih sayang di antara semua anggotanya. Jika keluarga sudah tidak lagi memiliki cinta dan kasih sayang, menandakan telah kehilangan fungsi yang sangat penting.

  • Fungsi Perlindungan

Keluarga dibentuk untuk saling melindungi satu dengan yang lain. Betapa nyaman istri saat merasa terlindungi oleh sang suami. Betapa nyaman anak-anak saat mereka merasa terlindungi oleh orang tua. Betapa nyaman orang tua, saat mereka di masa tua kelak merasa terlindungi oleh anak-anak yang selalu menjaga. Sebaliknya, betapa tersiksa jika suami merasa terancam oleh istri, dan istri merasa terancam oleh suami.

  • Fungsi Ekonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun