Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mr and Mrs Smith ala Indonesia

11 Maret 2014   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:04 2012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

John Smith dan Jane Smith adalah sepasang suami istri yang tinggal di pemukiman pinggir kota New York dengan keadaan perkawinan yang normal saja. Pertemuan pertama mereka terjadi di Bogota dalam misi khusus dari atasan mereka. Tapi dalam perkenalan itu, keduanya saling menyembunyikan identitas masing-masing. John Smit mengaku dirinya sebagai kontraktor, sementara Jane mengaku sedang berlibur.

Setelah menikah, tampak keseharian Mr Smith berangkat kerja ke kantor, sementara Mrs adalah ibu rumah tangga biasa. Namun akhirnya terungkap bahwa baik Jane maupun John adalah pembunuh bayaran profesional. Jane ahli memainkan pisau-pisau kecil sebagai senjata ampuh, John memiliki sederet koleksi senjata mematikan. Mereka bekerja untuk dua dinas rahasia yang saling bersaing. Tidak terhindarkan lagi, John dan Jane akhirnya terjebak dalam persaingan induk organisasi mereka. Dalam beberapa kesempatan, mereka terlibat kontak fisik, saling tembak dan saling menyerang.

Suatu saat John mendapat tugas ke Mexico, Jane juga tengah mendapat tugas dari agency untuk membunuh target. Ketika Jane menyiapkan senjata dan meneropong target di padang pasir, ia melihat sosok laki-laki yang memanggul senjata canon. Jane langsung menembak laki-laki itu. Ia tidak tahu, target itu adalah suaminya sendiri. Beruntung John memakai rompi anti peluru. Ia bangkit lalu menembak posisi Jane yang menembaknya. Ia pun tidak tahu bahwa itu adalah istrinya.

Film yang diperankan oleh Brad Pitt dan Angeline Jolie ini sangat menarik untuk ditonton. Disutradari oleh Doug Liman, dan kisahnya ditulis oleh Simon Kinberg, mungkin kita mengatakan Simon hanya mengkhayal. Seakan tidak akan pernah ada kejadian seperti yang digambarkan dalam film produksi Akiva Goldsman tahun 2005 itu. Padahal ternyata itu adalah sindiran terhadap berbagai kejadian nyata yang tengah terjadi pula di tanah air.

Perceraian Karena Perbedaan Politik

Kisah keluarga Mr dan Mrs Smith tersebut ternyata tengah melanda beberapa keluarga di Indonesia. Tentu saja bukan karena menjadi pembunuh bayaran dari agency yang berbeda, namun pertikaian suami dan istri yang disebabkan karena dukungan politik yang berbeda.

Sangat disayangkan, prosesi demokrasi di Indonesia telah membawa dampak ikutan berupa pelemahan ketahanan keluarga. Pemilihan Kepala Daerah, Pemilhan Umum Legislatif serta Pemilihan Presiden secara langsung bisa membawa dampak negatif pada kehidupan rumah tangga, karena suami istri berbeda pandangan politik. Perbedaan pandangan politik suami istri bisa berujung kepada perceraian.

"Ada data baru yang mengejutkan bahwa menjelang Pemilu 2014 angka perceraian cenderung meningkat gara-gara perbedaan politik antara suami dan istri," kata Khofifah Indar Parawansa. Menurutnya, pada tahun 2008 perceraian yang disebabkan perbedaan politik dalam keluarga masih menempati peringkat 13. "Tetapi, dalam waktu empat tahun, angka perceraian gara-gara politik ini telah meningkat tajam," tambahnya.

Yang lebih mengejutkan, gugatan cerai ternyata lebih banyak dilakukan pihak istri. Angkanya mencapai 70 sampai 80 persen. "Itu banyak terjadi di kota-kota besar," ungkap Khofifah.

Wakil Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar menyatakan, ada sekitar 500 pasangan yang bercerai karena faktor politik. Perbedaan dukungan politik antara suami dan istri menjadi memicu perceraian ini. "Satu kasus terjadi Makassar, yang suami timses (pasangan calon) yang satu, istri timses lawannya. Selesai pilkada lawan politiknya baik-baik saja mereka rangkulan, tapi suami istri ini malah bercerai," ungkapnya.

"Setiap tahunnya ada sekitar 2 juta pasangan yang menikah, dari situ 10 persen yang bercerai. Kita sudah sebegitu rapuhnya sekarang, apalagi nanti 2014," jelasnya. Data Mahkamah Agung 2011 mencatat, dari 285.184 perceraian di seluruh Indonesia, sebanyak 334 dipicu perbedaan politik pasangan. Kasus cerai karena beda politik paling tinggi di Jawa Timur yaitu sebanyak 221 pasangan. Disusul Jawa Barat sebanyak 51 kasus perceraian dan di tempat ketiga Jawa Tengah sebanyak 36 kasus perceraian.

Di Riau ditemukan 13 kasus perceraian karena beda pandangan politik. Adapun Sumatera Selatan, Papua dan Sulawesi Selatan masing-masing 2 kasus. Sedangkan di Aceh, Bengkulu, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah dan dan Nusa Tenggara Barat 1 kasus perceraian.

Pada tahun 2009 saat Pemilu dan Pemilihan Presiden terdapat 402 kasus perceraian karena faktor politik. Sedangkan di tahun 2010, saat situasi politik kembali normal, perceraian karena faktor politik menurun menjadi 334 kasus.

Toleransi Politik, Mungkinkah?

Tentu saja akan lebih ideal apabila suami dan istri memiliki pilihan politik yang sama. Namun di alam demokratisasi saat ini, perbedaan dukungan politik antara suami dan istri terbuka sangat lebar. Yang diperlukan adalah mencari titik temu dan sikap toleransi yang harus dikembangkan dalam kehidupan keluarga.

Contoh yang sederhana seperti ini. Tono dan Tini adalah sepasang suami istri. Tono memiliki teman akrab bernama Bambang, yang maju sebagai calon anggota legislatif dari partai ABC. Sedangkan Tini punya saudara dari keluarga besar ayahnya, bernama Siti, yang maju sebagai calon anggota legislatif dari partai DEF. Bambang dan Siti bersaing untuk mendapatkan kurtsi DPRD Kabupaten dari daerah pemilihan yang sama.

Sebagai sahabat karib, Tono ingin membantu Bambang dalam kampanye Pemilu kali ini. Demikian pula, sebagai saudara satu trah, Tini ingin membantu Siti dalam mensukseskan pencalonannya. Tidak bisa dihindari, Tono dan Tini memiliki dukungan politik yang berbeda, dan tentu saja bersaing. Pada kondisi seperti ini, Tono dan Tini harus membuat kesepakatan bersama, agar perbedaan tersebut tidak menimbulkan konflik di antara mereka berdua.

Bicarakan saja secara terbuka, bagaimana cara mereka berdua bisa membantu teman dan saudara tersebut secara bijak. Jangan saling bekerja politik secara diam-diam, yang berdampak suami dan istri mengalami benturan di lapangan. Keterbukaan dan musyawarah antara suami dan istri sangat diperlukan, untuk mengatasi dampak negatif dari perbedaan dukungan politik ini.

Tono dan Tini bahkan bisa berbagi. Misalnya, teman-teman dan saudara mereka berdua yang tinggal di dekat Bambang, diarahkan untuk mendukung Bambang. Demikian pula teman-teman dan saudara mereka berdua yang tinggal di dekat Siti, diarahkan untuk mendukung Siti. Ini adalah contoh kesepakatan dan toleransi politik dalam satu keluarga.

Utamakan Keutuhan Keluarga

Pemilu legislatif, Pilkada maupun Pilpres jangan sampai merusak kehidupan rumah tangga. Keutuhan keluarga harus lebih diutamakan, dibandingkan dengan dukungan politik. Sepanjang masih bisa berdialog untuk membuat keputusan politik yang sama, usahakan untuk memiliki pilihan yang sama. Namun jika terpaksa ada perbedaan pandangan politik, batasi wilayah perbedaannya dan temukan titik toleransi yang membuat suami dan istri tidak terlibat konflik.

Jika perbedaan dukungan politik sudah membawa udara yang panas dan merusak keharmonisan suami dan istri, segera berhenti saja dari bermain politik. Semestinyalah politik membawa kemaslahatan bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Seharusnyalah prosesi demokrasi berdampak positif terhadap ketahanan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Jangan sampai justru melemahklan dan merusak berbagai sendi kebaikan.

Akhir dari kisah Mr and Mrs Smith juga bahagia. Mereka bersatu melawan agency yang ingin menghancurkan mereka berdua. Keluarga mereka tetap utuh.

Sumber bacaan :

http://staging.fajar.co.id/politik/3070285_5665.html

http://news.detik.com/read/2013/12/23/110757/2449253/10/saat-pasangan-bercerai-di-tahun-pemilu-karena-urusan-politik

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun