Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari Kegagalan Bertubi-tubi

28 Oktober 2011   02:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:24 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_144429" align="aligncenter" width="588" caption="gambar pinjam google"][/caption]

Gagal merupakan ungkapan yang sangat menakutkan. Semua orang berusaha untuk berhasil dalam kehidupan dan menjauhi kegagalan. Namun, benarkah kegagalan selalu menakutkan dan harus dihindari ? Kenyatannya, banyak orang sukses justru setelah digembleng oleh serangkaian kegagalan.

Oleh karena itu, kegagalan tidak perlu menjadi momok. Bahkan kegagalan bisa menjadi guru terbaik dalam meraih keberhasilan. Kuncinya terletak pada sikap mental positif kita dalam menghadapi segala kejadian dalam kehidupan. Sikap positi yang melahirkan jiwa dan etos kerja yang tinggi dan pantang menyerah menghadapi gelombang cobaan serta tantangan.

Berbagai Kegagalan Membuat Soichiro Honda Mencapai Sukses

Kisahnya sangat terkenal, dan sering dijadikan bahan untuk melejitkan motivasi. Bahkan mirip legenda.

Soichiro Honda adalah pendiri Honda Motor. Dilahirkan tanggal 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di distrik Shizuoka, wilayah Jepang Tengah. Namun kini daerah kelahiran Honda sudah ditelan Hamamatsu, kota terbesar di provinsi itu.

Ayahnya bernama Gihei Honda seorang tukang besi yang beralih menjadi pengusaha bengkel sepeda, dan akhirnya membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun tempat kelahiran Soichiro. Ibunya bernama Mika. Soichiro adalah anak sulung dari sembilan bersaudara, namun hanya empat yang berhasil mencapai umur dewasa. Yang lain meninggal semasa kanak-kanak akibat kekurangan obat, rendah gizi dan lingkungan yang kumuh.

Sebelum sukses membesarkan perusahaan Honda, Soichiro telah banyak mengalami pahitnya kegagalan. Saat masih belajar di bangku sekolah, ia bukanlah siswa cerdas dan brilian. Biasa saja. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, bahkan selalu menjauh dari pandangan guru. "Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda," ungkap Soichiro.

Minat yang Besar kepada Mesin

Minatnya pada mesin memang sangat besar. Ia memperhatikan bagaimana ayahnya bekerja memperbaiki mesin pertanian. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya. Di dekat mesin-mesin ini, Soichiro betah berdiam diri berjam-jam, memperhatikan bagaimana mesin bekerja.

Pada usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin tidak sia-sia. Ketika usianya 12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki.

Di bulan Maret 1922, saat usianya 16 tahun, Soichiro diantar ayahnya ke Tokyo untuk bekerja di Hart (Art) Shokai Company. Boss perusahaan ini, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja di perusahaan Art, menambah wawasannya tentang permesinan.

Dari sinilah pengetahuannya tentang mesin semakin berkembang. Ia mencuri-curi waktu pada saat bengkel tutup untuk melihat dan menganalisa mesin mobil. Apalagi ketika ia menemukan sebuah buku tentang mesin di perpustakaan, ia rela mengumpulkan uang gajinya hanya untuk menyewa buku tersebut. Buku yang pertama ia baca adalah Sistem Pembakaran Dalam.

Pada saat berusia 21 tahun, Kibara mengusulkan agar Shoichiro membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini diterima dengan senang hati.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya semakin membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga dapat kembali normal. Karena itu, jam kerjanya sering hingga larut malam, bahkan terkadang sampai subuh.

Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak mampu meredam goncangan dengan baik. Ia punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Kelak saat usianya 30 tahun, Honda menandatangani hak patennya yang pertama.

Ring Piston Karya Honda Ditolak Toyota

Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, dengan membuat usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Pada tahun 1934, Soichiro berencana membuat mobil sendiri. Bukan mengambil mesin mobil dari merek-merek terkenal di masa itu. Niat itu pun ia jalani dengan terlebih dahulu membuat ring piston. Di tahun 1935, tepat disamping bengkel Art ia membuat papan nama Pusat Penelitian Ring Piston Art.

Di tahun yang sama, Soichiro menikah dengan Sachi, seorang wanita berpendidikan. Kehadiran Sachi yang berpendidikan, bagi Soichiro yang tidak menjalani pendidikan formal menjadi sangat besar artinya. Sachi tidak hanya berperan sebagai istri, tapi juga guru yang mengajarkan tata krama dan ilmu-ilmu dasar. Tapi yang paling besar artinya adalah bagaimana Sachi mengerti tentang minat Soichiro pada bidang teknik.

Pada tahun 1938, Soichiro Honda yang kala itu masih dalam keadaan miskin memiliki keinginan untuk mendesain ring piston yang dijual dan dibuat untuk Toyota Corporation. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring piston buatan Soichiro selalu gagal, karena ia sama sekali tak mengerti masalah pencampuran logam. Ring piston buatannya selalu patah atau menggores dinding silinder. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual.

Soichiro selalu mengingat reaksi teman-teman kerjanya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya keluar dari bengkel. Karena kegagalan itu, Honda sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring piston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.

Akhirnya ia datang ke Sekolah Tinggi Hamamatsu jurusan mesin, dan diberitahu bahwa ada campuran lain yang diperlukan untuk membuat ring piston, diantaranya silikon. Dengan informasi yang ia terima, akhirnya ia punya tekad yang bulat untuk melanjutkan kuliah, walaupun saat itu Soichiro sudah berumur 28 tahun.

Setiap hari ia berangkat kuliah dan pada malam harinya ia mendesain sampai lengannya cacat. Sekalipun ia telah mengalokasikan dananya untuk riset pembuatan ring pistone tersebut, tapi ternyata semua itu belumlah cukup, sampai ia pernah menjual perhiasan istrinya.

Namun setelah dua tahun menjadi mahasiswa, Honda dikeluarkan karena jarang masuk kuliah. "Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda. Kepada Rektor, ia jelaskan maksud mengikuti kuliah bukan mencari ijasah, melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.

Setelah bertahun-tahun akhirnya Honda berhasil mendesain ring piston sesuai kriteria Toyota. Sayangnya, Toyota masih menolak.Soichiro tidak putus asa. Ia terus berusaha menciptakan ring piston dengan kualitas terbaik.

Kegagalan Bertubi-tubi

Berkat kerja kerasnya, desain ring piston akhirnya berhasil diterima. Pihak Toyota memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Malang nasib Honda, niatan itu harus kandas. Pemerintah Jepang tidak memberikan pinjaman dana. Ia tidak kehabisan akal, dikumpulkannya modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik.

Bengkel yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun 1941 setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah perang dunia kedua, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang. Kemalangan ikut menimpa Soichiro, pabriknya terbakar dua kali. Dampaknya, kehidupan Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan pekerjaan apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik, bahkan ia hanya ingin belajar bermain suling.

Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik Ring Piston ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang dunia kedua, Jepang kekurangan persediaan bensin.

[caption id="attachment_144430" align="aligncenter" width="700" caption="gambar pinjam google"][/caption]

Bangkit Lewat Pabrik Motor

Kondisi ekonomi Jepang semakin porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda motor" – cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Dari sini Honda ingin mendirikan pabrik motor. Namun masalahnya kembali kepada modal usaha.

Ia menyurati 18.000 pemilik toko sepeda. Ia menyodorkan penemuan baru dan berhasil menarik simpati 5.000 pemilik toko yang bersedia memberinya modal. Tapi ternyata sepeda motornya masih belum terjual laris, sebab terlalu besar. Oleh karena itu, ia merampingkan dan mengubah menjadi The Super Cub. Akhirnya ia sukses dan mendapatkan penghargaan Emperor's Award dari Pemerintah Jepang.

Sejak mendirikan pabrik motor itulah, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda terus berkembang hingga akhirnya merambah ke mobil, dan mesin-mesin lainnya. Motor dan mobil Honda telah menjadi "raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia hingga saat ini.

Hidup Sederhana, Tidak Memberikan Warisan Harta kepada Anak

Soichiro Honda adalah seorang pimpinan perusahaan yang sangat sederhana dan bersahaja, sebagaimana tipe pemimpin Jepang lainnya. Di perusahaan barunya ini, ia mengenakan seragam sebagaimana dikenakan karyawan biasa, kemeja dan topi putih. Dia lebih suka bekerja di bengkel, meskipun tersedia ruangan representatif di perusahaannya. Honda memimpin 23.000 pegawai dan membawahi 43 perusahaan di 28 negara, enam di antaranya ada di Jepang.

Soichiro tidak memiliki harta pribadi. Dia tinggal dalam sebuah rumah sederhana. Kegemarannya melukis di atas kain sutra dan bermain golf. Barangnya yang berharga adalah sebuah helikopter dan mobil biasa. Penghasilannya dipakai untuk penelitian dan bea siswa kaum muda. Dia bahkan tak memberi warisan kepada anak-anaknya.

"Warisan paling berharga yang dapat saya berikan adalah membiarkan mereka sanggup berusaha sendiri," katanya.

Tokoh sederhana ini, meninggal pada tanggal 5 Agustus 1991 dalam usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengidap penyakit lever. Meninggalkan istrinya, Sachi dan seorang anak laki-laki serta dua anak perempuan.

Soichiro Honda berpesan, jangan hanya melihat sisi keberhasilannya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihat pula kegagalan-kegagalan yang pernah dialaminya. "Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan, mulailah bermimpi, mimpikanlah hal baru.

http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=1816#more-1816

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun