Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ahok, Risma, dan Pilkada DKI Jangan Membuat Perpecahan Keluarga

14 Agustus 2016   05:26 Diperbarui: 14 Agustus 2016   10:26 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tema tentang Pilkada DKI, Ahok, Risma, dari para pengamat, pendukung, penentang, pemuja, maupun penghujat telah “menguasai” seluruh area Kompasiana. Sepertinya makin lama makin massif, makin dekat Pilkada DKI akan semakin menjadi perbincangan yang menghangat bahkan memanas. Saya khawatir, tulisan yang tidak mencantumkan Ahok dan Risma menjadi tidak ada yang membaca.

Coba saja perhatikan, yang berada dalam kategori Headline, Featured, Artikel Pilihan, Terpopuler, Tren di Google, hampir semua artikel yang menyebut AHok, Risma dan pilkada DKI dalam segala tinjauannya. Maka dalam artikel kali ini, saya pun merasa harus memberi judul Ahok, Risma dan Pilkada DKI. Semoga ada yang berkenan membaca, karena memang lagi tren tentang tiga tema itu.

Cerai Karena Perbedaan Afiliasi Politik

Di Indonesia, semua hal bisa terjadi. Dalam konteks suhu politik, bukan hanya panas pada pertarungan di lapangan antar calon yang sedang bersaing. Ternyata berimbas ke dalam kehidupan rumah tangga. Banyak suami dan istri yang menjadi timses dari calon kepala daerah yang berbeda, hingga akhirnya mereka pun memilih bercerai. Bisa pula karena mereka berbeda dukungan partai politik. Hal ini terjadi dalam Pilkada tingkat kabupaten / kota, Pilkada Gubernur, Pilpres dan juga Pemilu legislatif.

Pada tahun 2014 lalu, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan sebuah data tentang meningkatnya perceraian yang dipicu oleh perbedaan afisiasi politik. Menurut Khofifah, pada tahun 2008, perceraian yang dipicu perbedaan politik dalam keluarga menempati peringkat 13. “Dalam waktu 4 tahun, angka perceraian gara-gara politik ini meningkat tajam,” ujarnya saat rapat koordinasi Muslimat NU dan BKKBN di Jakarta. Ia menjelaskan, data itu memperlihatkan bahwa suhu politik telah masuk dalam harmonisasi rumah tangga. Khofifah menyarankan ada sinergi atau gerakan bersama demi menjaga ketahanan keluarga.

Konflik suami istri yang dipicu perbedaan pilihan politik memang telah membawa bencana dalam rumah tangga. Pada 2013, suami istri yang bercerai karena perbedaan pandangan politik sebanyak 2.094 pasangan. Jumlah itu naik tiga kali lipat dibanding dibanding tahun 2012 yang “hanya” 651 pasangan bercerai dengan alasan yang sama. Di tahun 2011 tercatat ada 334 pasangan, meningkat dua kali lipat pada tahun 2012 sebanyak 651 pasangan dan 2013 sebanyak 2.094 pasangan.

Data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung menunjukkan, dari 2.094 pasangan yang bercerai karena perbedaan politik di tahun 2013 tersebut, terbanyak berada di Jawa Timur yaitu 1.960 kasus. Hal ini bisa jadi karena pada 2013 digelar pemilihan Gubernur Jatim yang mengakibatkan suhu politik ikut memanas. Terbanyak kedua adalah Jawa Tengah yaitu 33 pasangan. Di posisi ketiga adalah Kalimantan Selatan sebanyak 17 pasangan, kemudian Kalimantan Timur dan Sumatera Utara sebanyak 13 pasangan.

Menuju Harmoni

Jika istri pendukung setia Risme, jika suami pendukung fanatik Ahok, dan anak-anak pendukung calon yang berbeda lagi, hendaknya saat di rumah mereka adalah pendukung keutuhan keluarga. Saat di rumah, letakkan pembicaraan soal Pilkada DKI, letakkan urusan afiliasi politik. Jangan bawa dan pasang foto Risma di rumah anda, jika itu membikin benci suami. Jangan bawa dan pasang foto Ahok di rumah anda, jika itu membikin emosi istri.

Percayalah, drama Pilkada itu sebentar saja. Siapapun yang akan menjadi pemenang, dalam waktu singkat yang kalah akan legowo. Kalaupun sampai ada gugatan, itupun akan berbatas masa. Setelah selesai sidang gugatan, semua akan kembali normal dan baik-baik saja. Calon yang menang dilantik, calon yang kalah kecewa, namun menyalami dan memberi selamat kepada yang terpilih. Itu kejadian dalam hampir semua pilkada di Indonesia.

Maka jangan sampai perbedaan afiliasi politik harus membuat kerusakan dan kehancuran keluarga. Jangan biarkan suasana panas Pilkada membuat suasana panas rumah tangga anda. Jika suami pendukung Ahok, sementara istri pendukung Risma, jangan biarkan anda berdua berantem setiap hari karena perbedaan tersebut. Suami mengenakan kaus Ahok setiap hari, istri mengenakan kaus Risma setiap hari, akhirnya saat berdua di ranjang muncul suasana panas akibat rasa benci terhadap foto wajah di kaus pasangan. Kebencian terhadap lawan politik dibawa hingga ke tempat tidur. Bagaimana bisa tidur bareng satu selimut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun