Perjalanan ibadah ke tanah suci, baik haji maupun umroh, disebut sebagai jihad. Yaitu "jihad la qitala fih", sebuah jihad tanpa peperangan.
Suatu ketika, 'Aisyah bertanya kepada Nabi saw, "Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?" Beliau saw menjawab, "Iya. Dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan umroh" (HR. Ibnu Majah no. 2901, hadits dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani).
Kata jihad berasal dari kata al-jahdu yang bermakna kelelahan dan kesusahan. Bisa pula dari kata al-juhdu yang bermakna kemampuan. Kalimat "balagha juhadahu" bermakna mengeluarkan kemampuan.
Orang yang berjihad adalah orang yang mencapai puncak kelelahan dan kesusahan untuk menjalankan ketaatan kepada Allah yang menjadikannya sebagai jalan menuju surga.
Ada banyak ragam jihad, seperti jihad dalam bentuk peperangan melawan musuh, ada pula jihad hati yaitu jihad melawan godaan setan dan mencegah jiwa dari nafsu syahwat yang diharamkan. Dikenal pula jihad dengan ilmu pengetahuan, jihad dengan kekuasaan, jihad dengan harta, dan lain sebagainya.
Tidak mengherankan jika haji dan umroh disebutkan oleh Nabi saw sebagai jihad. Karena benar-benar harus mengeluarkan segenap kemampuan, baik fisik, ekonomi, mental dan spiritual.
Dalam pelaksanaannya terdapat serangkaian aktivitas bercorak fisik yang bisa memberikan kelelahan dan kesusahan. Perjalanan jauh dari tanah air menuju tanah suci, menempuh perjalanan lebih sepuluh jam.
Suhu dan cuaca yang berbeda, udara yang berbeda, cita rasa masakan yang berbeda, suasana yang berbeda. Semua memerlukan pengorbanan dan kesungguhan dalam pelaksanaannya.
Maka, nikmatilah perjalanan umroh sebagai jihad. Sebagai pengorbanan dalam ketaatan, sebagai upaya mengeluarkan segenap potensi dan kemampuan untuk menggapai ampunan, ridha dan rahmat Allah.
Hari ini, Jumat 23 Agustus 2024, adalah H-68 dari program "70 Hari Menuju Tanah Suci". Dengan niat yang suci, semoga Allah mudahkan kita beribadah ke tanah suci. Berjihad dengan harta, jiwa, waktu dan tenaga kita.
Bismillah.