Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Acceptance Factor dalam Pendidikan Anak

11 September 2022   09:18 Diperbarui: 11 September 2022   09:32 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://myhero.com/

Studi yang dilakukan Deny Astanti (2005) menunjukkan, semakin tinggi persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua, semakin rendah kemampuan penyesuaian diri (adaptasi) pada remaja. Semakin rendah persepsi remaja terhadap sikap penolakan orang tua, semakin baik kemampuan penyesuaian diri pada remaja.

Kita bisa belajar kepada Hirotada Ototake. Seoranga anak yang terlahir di Jepang tanpa tangan dan kaki yang normal. Kaki hanya sampai lutut dan tangannya hanya sampai siku. Tanpa jari-jari. Ibunya menggambarkan Hirotada-can seperti boneka panda yang lucu dan menggemaskan.

Orangtuanya selalu memerkenalkan Hirotada-can kepada kerabat sebagai anak normal. Hirotada diperlakukan sebagai anak normal, yang diajari berbagai ketrampilan motorik. Ia belajar di Sekolah Dasar Yohga. Di sekolah tersebut, ia dididik oleh Sensei Takagi yang mengajar dari kelas 1 hingga kelas 4.

Sensei Takagi mengajari Hirotada-can agar mampu melakukan tugas dengan mandiri dan tidak mengharap pertolongan dari orang-orang disekitarnya. Sensei selalu melibatkan dirinya dalam berbagai aktivitas, termasuk olahraga dan seni.

Akhirnya tumbuhlah rasa percaya diri yang sangat besar, bahkan menurut pengakuan Hirotada sendiri, rasa percaya dirinya 'terlalu besar'. Dia selalu belajar di sekolah anak-anak normal. menjalani hobi jurnalistik, fotografi, naik gunung dan memasuki klub basket.

Hirotada lulus kuliah dan menjadi salah satu motivator handal. Kini ia diangkat menjadi guru SD di Jepang untuk mata pelajaran olahraga. Luar biasa.

Ini adalah contoh bagaimana acceptance factor bekerja dalam pengasuhan anak. Orangtua, guru dan lingkungan yang menerima apa adanya Hirotada-can, membuat dirinya tumbuh kembang menjadi anak yang penuh potensi dan percaya diri.

Sayangnya, banyak orangtua yang lebih fokus kepada sisi kekurangan anak. Bentuk tidak menerima terhadap kondisi anak, bisa berbentuk komentar negatif dan sikap diskriminatif.

Jack Canfield pernah melaporkan hasil riset terhadap 100 orang anak di Amerika.  Penemuan tersebut sungguh mencengangkan. Setiap anak rata-rata perharinya menerima 460 komentar negatif atau kritik. dan hanya 75 komentar positif atau mendukung. Ini contoh betapa sulit orangtua menerima kondisi anak yang tidak sesuai harapannya.

Inginnya anak selalu baik, sempurna, tak ada cacatnya. Padahal tidak ada anak sempurna, sebagaimana tidak ada orangtua sempurna. Agar selalu ridha dengan ketentuan Allah, lafalkan doa berikut ini setiap hari,

"Seseorang muslim yang mengistiqamahkan bacaan zikir setiap pagi dan sore sebanyak tiga kali radhitu billahi rabba wa bil islami dina wa bi Muhammadin nabiyya (aku rela Allah menjadi tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi Muhammad nabiku) akan mendapat keridhaan Allah sampai hari kiamat nanti" (Dalam kitab "Amalu Al-Yaumi wa Al-Lailah" karya Imam An-Nasa-i).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun