Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Berharap kepada Manusia, Bersiaplah untuk Kecewa

12 Agustus 2022   15:51 Diperbarui: 12 Agustus 2022   16:08 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hidup berumah tangga, terkadang muncul kekecewaan karena harapan kepada pasangan tidak menjadi kenyataan. Seorang istri yang merasa sudah melayani suami dengan baik, namun ia tidak mendapatkan hak-hak sebagai istri dengan semestinya. Demikian pula suami yang sudah menunikan kewajiban, namun tidak mendapatkan hak-haknya.

Istri kecewa, karena suami tidak membalas kebaikannya. Pun suami kecewa karena istri tidak membalas kebaikan yang diberikannya. Mereka saling kecewa dan merana.

Bagaimana suami dan istri menyikapi kondisi seperti ini? Jika relasi mereka bercorak formal, maka yang akan terjadi adalah duduk bersama dan mengembalikan pada konsep. "Bagaimana konsep tentang hak dan kewajiban dalam pandangan agama, undang-undang, serta budaya masyarakat sekitar kita?"

Jika relasi mereka bercorak transaksional, maka yang akan terjadi adalah "Aku akan memberikan hak-hakmu selama engkau menunaikan kewajibanmu padaku". Kewajiban baru dilakukan, apabila hak-haknya didapatkan.

Jika relasi mereka bercorak emosional, maka yang akan terjadi adalah saling marah. "Ngapain aku harus memberikan pelayanan kepada kamu? Kamu saja tidak peduli kewajibanmu." Mereka saling menuduh, dan tak ada yang melakukan kewajibannya.

Jika relasi mereka bercorak spiritual, maka yang akan terjadi adalah dikembalikan kepada niat ikhlas karena Allah. "Aku memiliki kewajiban untuk aku jalankan. Engkaupun demikian. Aku ikhlas mengerjakan kewajiban, karena aku berharap balasan dari Allah yang Maha Rahman".

Tentu saja suami dan istri harus sama-sama memahami konsepnya. Namun dalam menjalankan kewajiban, tidak semata karena alasan normatif bahwa sebagai suami dan istri mereka terikat hak dan kewajiban. Namun kedunya menjalankan dengan niat ikhlas berharap balasan hanya dari Allah.

"Jika kamu tidak menjalankan kewajibanmu, itu urusan kamu dengan Allah. Kamu pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Aku akan selalu menjalankan kewajibanku karena ini adalah tanggung jawabku di hadapan Allah", demikian aplikasi dari prinsip ikhlas.

Dengan mengedepankan keikhlasan, suami dan istri tidak akan mudah dibuat kecewa. Sebab mereka berharap balasan terbaik dari Allah. Mereka tidak berharap kepada manusia, karena meyakini bahwa jika berharap kepada manusia hanya akan kecewa. Jika berharap kepada Allah, tak akan pernah dikecewakan.

Mereka menyandarkan harapan secara benar. Hanya kepada Allah harapan mereka sandarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun