Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Suami Enggan Menggauli Istri

26 Juli 2022   17:40 Diperbarui: 26 Juli 2022   17:41 11404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://yaqeeninstitute.org/

Salah satu kewajiban suami adalah memenuhi kebutuhan istri, baik secara lahir maupun batin, baik secara fisik, psikologis maupun biologis. Salah satu kebutuhan batin istri adalah mendapatkan kepuasan seksual. Sisi ini adalah yang alasan paling nyata dari keharusan adanya akad nikah.

Seorang lelaki boleh saja memberi bantuan material kepada perempuan tanpa adanya akad nikah. Namun, tanpa akad nikah, haram melakukan hubungan seksual. Ini mengapa menikah menjadi peristiwa sakral, karena terjadi penghalalan yang semula haram.

Agar hubungan seksual bisa menimbulkan kepuasan batin pada kedua belah pihak, suami diperintahkan 'mendatangi istri' dari arah yang disukai. Hal ini tentu berlaku timbal balik, bahwa hubungan seksual harus dilakukan dengan cara, posisi, frekuensi, durasi dan gaya yang disenangi kedua belah pihak.

Allah telah berfirman:

"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman" (QS. Al-Baqarah : 223).

Dalam kitab Tafsir Al-Mukhtashar, karya Markaz Tafsir Riyadh dijelaskan, "istri-istri kalian adalah tempat kalian bercocok tanam. Merekalah yang melahirkan anak-anak kalian. Seperti tanah yang menghasilkan buah-buahan. Maka datangilah ladangmu -yakni kubul (kemaluan) istri kalian- dari arah manapun dan dengan cara bagaimanapun yang kalian kehendaki jika melalui kubul".

"Dan beramallah untuk diri kalian dengan melakukan kebajikan-kebajikan, di antara dengan cara seorang suami menggauli istrinya dengan niat beribadah kepada Allah dan berharap mendapatkan keturunan yang saleh. Dan bertakwalah kalian kepada Allah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Salah satunya ialah dalam urusan wanita," demikian penjelasan Tafsir Al-Mukhtashar.

Jika Suami Enggan Menggauli Istri

Ada kalanya, suami enggan memberikan hak istri berupa pemenuhan kebutuhan emosional dan biologis. Ada berbagai kondisi dan alasan, mengapa suami enggan menggauli istri. Sudah berbulan-bulan sang istri tidak mendapatkan "jatah" dari suami, sehingga kebutuhan biologis dan psikologisnya tidak terpenuhi.

Karena mencukupi kebutuhan biologis adalah kewajiban suami, maka apabila suami tidak memberikan hak istri dalam sisi seksual, ia berdosa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang lelaki yang tidak menjimaki istrinya hingga sebulan atau dua bulan, maka apakah ia mendapat dosa, dan apakah seorang suami dituntut untuk menjimaki istrinya?

Syaikhul Islam menjawab, "Wajib bagi seorang suami untuk menjimaki istrinya dengan yang sepatutnya. Bahkan ini termasuk hak istri yang paling ditekankan yang harus ditunaikan oleh suami, lebih daripada memberi makan kepadanya".

"Dan jimak yang wajib (dilakukan oleh suami) sekali setiap empat bulan, dan dikatakan juga sesuai dengan kebutuhan sebagaimana sang suami memberi makan kepada istri sesuai kadar kebutuhannya dan kemampuannya. Inilah pendapat yang paling benar diantara dua pendapat tersebut" (Majmu' Fatawa XXXII/271).

Menurut Ibnu Taimiyah, kebutuhan seksual lebih wajib ditunaikan daripada kewajiban finansial. Mengapa demikian? Jika seorang suami miskin atau tidak mampu mencukupi nafkah material kepada istri, maka sang istri bisa bekerja mencari nafkah. Istri bisa bekerja formal, berdagang, atau berbisnis sehingga mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga.

Bisa pula, sang istri mendapat dukungan finansial dari keluarga besarnya, sehingga kebutuhan nafkah keluarga tetap bisa terpenuhi. Untuk contoh keluarga miskin, bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah maupun lembaga charity untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Namun jika suami tidak mencukupi kebutuhan seksual, seorang istri tidak bisa mendapatkannya dengan cara apapun. Kalaupun dalam situasi terdesak seorang istri terpaksa melakukan masturbasi, maka kepuasan yang dihasilkan tidak pernah serupa dengan hubungan suami istri.

Itulah sebabnya, kewajiban memenuhi kebutuhan biologis istri lebih wajib ditunaikan, karena hanya suami yang bisa melakukannya. Tak ada pihak lain yang boleh menunaikan kewajiban yang satu ini.

Bahan Bacaan

Cahyadi Takariawan, Wonderful Couple, Era Adicitra Intermedia, 2017

Firanda Andirja, Suami Sejati, www.firanda.com, 26 Januari 2011

Markaz Tafsir Riyadh, Tafsir Al-Mukhtashar, www.tafsirweb.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun