Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Toxic Marriage (6), Bertahan dalam Pernikahan Beracun Bukan Sikap Sabar

22 April 2022   08:24 Diperbarui: 22 April 2022   08:25 6209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Marriage is a mutual contract between two people with their consent, to live together and help and support each other to their journey to Allah Almighty and look after their family, give them the right tarbiyya to be among people of Jannah" --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

Syaikh Haytham Tamim, seorang ulama, pengajar dan konsultan pernikahan Islam di Inggris menyatakan, bertahan dalam kehidupan pernikahan yang beracun bukanlah bentuk sabar, namun bentuk kelemahan. Bahkan beliau menjelaskan "the distinction between sabr and suicide",  perbedaan antara sabar dan bunuh diri.

"Staying in a harmful relation is not classified as patience, it is 'suicide'"  --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

Menurut beliau, tetap bertahan dalam hubungan pernikahan yang membahayakan tidak diklasifikasikan sebagai kesabaran, itu adalah bentuk 'bunuh diri'. Toxic marriage memiliki banyak wujud dan manifestasinya. Salah satu bentuk pernikahan beracun adalah apabila dalam pernikahan itu ada pihak yang disakiti, dilukai dan dizalimi. Terlebih perilaku menyakiti, melukai dan menzalimi itu berada dalam rentang waktu yang panjang.

"If a wife remains in such a situation, she is punishable if her patience is creating more problems. This is not sabr, this is weakness. There is a thin line, which we tend not to see, between sabr and weakness" --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

Menurut Syaikh, jika seorang istri tetap dalam situasi seperti itu, dia justru dihukumi bersalah apabila 'kesabarannya' untuk bertahan tersebut menciptakan lebih banyak masalah. Ini bukan sabar, ini adalah kelemahan. "Ada garis tipis yang cenderung tidak kita lihat, antara sabar dan kelemahan", ungkap Syaikh Haytham.

"The greater benefit lies is outside such a marriage, where she would gain safety, sanity and tranquillity, which is a healthier environment" --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

Bertahan dalam pernikahan beracun lebih banyak menimbulkan kemudharatan. "Manfaat atau kemaslahatan yang lebih besar justru berada di luar pernikahan beracun seperti itu, di mana dia akan mendapatkan keamanan, kewarasan dan ketenangan, yang merupakan lingkungan yang lebih sehat", ungkap Syaikh Haytham.

Mengambil pelajaran dari Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat ke 97, Syaikh Haytham mengingatkan, ketika para malaikat mengambil nyawa dari orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri. Malaikat akan bertanya, 'Bagaimana dulu kamu hidup di dunia?' Orang-orang itu menjawab, 'Kami hidup di bumi dalam kelemahan dan penindasan.' Para malaikat berkata, 'Bukankah bumi Tuhan sangat luas bagi kamu untuk pergi ke mana pun sehingga kamu bisa hidup dengan damai?"

Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun