Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seperti Apa Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak?

26 September 2021   09:33 Diperbarui: 26 September 2021   09:35 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.liveabout.com/

Studi yang dilakukan Farida Hidayati dan tim (2012) menemukan realitas, sebagian besar orangtua mendidik anak dengan meniru cara orangtua mereka dulu dalam mendidik mereka. Hal ini menandakan kurangnya kesadaran pembelajaran dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak.

Dalam Al-Qur'an dan sunnah Nabi saw banyak dijumpai rambu dan arahan terkait pengasuhan dan pendidikan anak. Al-Qur'an memberikan arahan terkait pendidikan anak di antaranya melalui keteladanan orang-orang salih di masa lalu, seperti Ibrahim as, dan Luqman Al-Hakim. Mereka adalah para ayah yang menjalankan peran dan keterlibatan pengasuhan anak.

Astuti & Masykur juga menyarankan agar ayah mengedepankan egalitarian, autoritatif, dan mampu mengarahkan minat bakat anak. Egalitarian berarti ayah tidak meletakkan diri dalam posisi yang 'menguasai', namun berusaha menjadi sahabat bagi anak. Dengan posisi seperti ini, diharapkan anak akan bisa dekat dan terbuka dengan ayah. Anak tidak takut untuk menyampaikan keinginan kepada ayah.

Autoritatif artinya menggunakan otoritas untuk mendidik anak. Tidak begitu saja menyerahkan kepada lembaga pendidikan, dan seakan sudah lepas tanggung jawab. Kewajiban mendidik anak tidak bisa diserahkan kepada pihak-pihak lain, karena pihak lain hanyalah membantu dalam pelaksanaan teknisnya.

Ayah juga diharapkan bisa mengarahkan minat dan bakat anak, tidak memaksakan kehendak kepada anak. Banyak dijumpai orangtua yang memaksakan kehendak, misalnya anak harus sekolah di sekolah tertentu, memilih jurusan tertentu, kuliah di fakultas tertentu sesuai keinginan orangtua. Perilaku seperti ini bisa membuat anak tertekan, apabila tidak disertai dengan penelusuran minat dan bakat anak.

  • Esensi dari keterlibatan ayah adalah usaha sadar yang berfokus pada tujuan membentuk anak salih dan matang dalam berbagai aspek, dengan berprinsip bahwa anak adalah jalan kesuksesan dunia dan akhirat. 

Membentuk anak salih dan salihah adalah kewajiban orangtua, dalam hal ini ayah dan ibu. Kehadiran ayah dan ibu sama pentingnya dalam mewujudkan anak-anak salih dan salihah tersebut. Kolaborasi dan sinergi ayah dan ibu menjadi penentu yang sangat penting untuk masa depan anak-anak.

Ketiadaan peran ayah (fatherless) dalam pengasuhan anak, bisa berdampak sangat banyak. Studi yang dilakukan oleh Sundari & Herdajani (2013) menunjukkan, ketiadaan peran ayah akan berdampak pada rendahnya harga diri (selfesteem) anak, munculnya perasaan marah (anger), malu (shame) karena berbeda dengan anak-anak lain dan tidak dapat mengalami pengalaman kebersamaan dengan seorang ayah yang dirasakan anak-anak lainnya.

Kehilangan peran ayah juga menyebabkan seorang anak akan merasakan kesepian (loneliness), kecemburuan (envy), selain kedukaan (grief) dan kehilangan (lost) yang amat sangat, yang disertai pula oleh rendahnya kontrol diri (selfcontrol), rendahnya inisiatif, hilangnya keberanian mengambil resiko (risk taking), rendahnya psychology well-being, serta kecenderungan memiliki neurotik (Sundari & Herdajani, 2013).

Ayah akan lebih termotivasi dalam peran pengasuhan anak apabila memahami anak adalah jalan kesuksesan dunia dan akhirat. Kesuksesan ayah bisa terhambat bahkan bisa hancur apabila memiliki anak-anak yang tidak salih salihah. Anak-anak yang cenderung nakal serta brutal, membuat orangtua tidak bisa konsentrasi bekerja dan berkarya.

Bahan Bacaan

Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Asy-Syifa, Semarang, 1981

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun