Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menantu-Mertua: Aneka Rasa dan Warna

4 September 2021   06:31 Diperbarui: 4 September 2021   06:35 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.insider.com

Hendaknya mertua jangan sok tahu, dan bisa menerima menantu apa adanya. Mertua sering menganggap menantu tidak bisa memasak, padahal bertahun-tahun suami tidak pernah protes dimasakin. Definisi "bisa memasak" pada setiap orang berbeda-beda (Setiyowati).

Bahasan

Persoalan di atas terkait sikap ibu mertua yang kerap menuntut menantu perempuan. Dalam hal ini, menantu perempuan dianggap tidak bisa memasak. Bisa dibayangkan betapa sakit hati menantu perempuan dengan tudingan seperti ini. Bagi perempuan, dianggap tidak bisa memasak, adalah hal yang sangat menyakitkan.

Persoalannya bukan sekedar --apakah dirinya benar-benar bisa memasak atau tidak. Namun tugas memasak itu sendiri, mengapa harus diletakkan kepada dirinya. Dalam setiap keluarga, bisa memiliki pembagian peran sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Boleh saja suami yang bertugas memasak, dan itu sama sekali tidak tercela.

Terlebih bagi perempuan yang merasa dirinya bisa memasak. Disebut tidak bisa memasak adalah penghinaan. Tentu saja ukuran bisa masak pada setiap orang akan berbeda-beda. Antara chef profesional dengan ibu rumah tangga biasa, standarnya pasti berbeda. Antara emak-emak jadul dengan perempuan zaman now, standarnya juga berbeda.

Bagaimana mengomunikasikan hal-hal seperti ini kepada mertua? Lagi-lagi, peran anak laki-laki menjadi sangat vital dalam mendamaikan istri dan ibu kandungnya. Para suami harus sadar sepenuhnya persoalan ini. Maka ia selalu berusaha mendamaikan suasana, dan mendekatkan ibu dan istrinya. Jangan sampai ia melempar situasi itu hanya kepada sang istri.

Suami semakin mendakat kepada ibunya, dan menyampaikan cerita-cerita baik tentang sang istri. Bangun persepsi positif ibu terhadap istri. Itu semua sangat tergantung kepada narasi apa yang sering disampaikan kepada sang ibu. Jika selama ini ia banyak cerita kekurangan istri, maka ibu pasti akan memiliki pandangan negatif tentang menantu perempuannya.

Jika selama ini ia sering menceritakan, betapa tidak enak masakan istrinya, tentu ibu akan percaya dengan anak lelakinya. Namun jika ia banyak memuji istri di hadapan ibu --misalnya tentang cita rasa masakan yang semakin berkualitas dari sang istri---maka ibu juga akan memiliki persepsi positif tentang menantunya.

Nah, peran suami benar-benar sangat vital untuk menjembatani ibu kandung dan istrinya. Bangunlah kedekatan dengan ibu, bahagiakan ibu dengan berbagai cara, serta sampaikan cerita positif tentang istri. Dengan kedekatan yang berhasil dibangun, dengan rasa bahagia sang ibu, ditambah cerita-cerita kebaikan tentang istri, niscaya perspesi ibu akan berubah.

Berikutnya, diikuti dengan perubahan sikap menantu. Jangan lagi mengungkit hal-hal yang telah berlalu. Bangun suasana baru dalam berinteraksi dengan ibu mertua. Tunjukkan bahwa Anda adalah menantu yang berbakti dan menghormati mertua --meski tahu bahwa sang mertua banyak kekurangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun