Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Mentalak Istri karena Mengikuti Perintah Orangtua

29 Juli 2021   09:44 Diperbarui: 29 Juli 2021   10:29 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ada masalah pada rumah tangga anak, minta anak untuk menyelesaikan dengan baik-baik. Jangan minta kepada anak untuk menceraikan istri, atau menggugat cerai suami. Dirimu tidak sekualitas Umar bi Khathab, pun tidak sehebat Ibrahim Khalilullah -- Cahyadi Takariawan, 2021.

Suatu ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang seorang ibu mertua yang tidak menyukai menantu perempuannya. Si ibu menyuruh anak lelakinya untuk menceraikan istri. Apakah anak harus menuruti perintah ibu, demi berbakti kepadanya?

Atas persoalan itu, Syaikhul Islam berfatwa, "Tidak boleh dia mentalak istri karena mengikuti perintah ibunya. Menceraikan istri tidak termasuk berbakti kepada ibu" (Majmu'ah Al-Fatawa, 33:112).

Jawaban Ibnu Taimiyah sangat jelas dan tegas. Berbakti kepada kedua orangtua ada sangat banyak bentuk dan caranya. Namun menuruti keinginannya untuk bercerai --hanya karena ia tidak suka dengan menantu, adalah tindakan yang menimbulkan sangat banyak kemudaratan.

Jika ibu mertua tidak menyukai menantu perempuan, lakukan usaha untuk mendekat, mengerti dan memahami. Bukan menjauh, apalagi mengintervensi anak agar menceraikan istri. Ini tindakan yang jauh dari nilai syar'i.

Perintah Agama Adalah Menikahkan, Bukan Memisahkan

Islam memandang pernikahan sebagai hal yang sakral. Ikatan agung atas nama Allah, yang dalam Al-Qur'an disebut sebagai "mitsaqan ghalizha".  Sebuah ikatan suci yang harus dihormati, dijaga, tidak boleh dirusak, tidak boleh disepelekan, tidak boleh diintervensi untuk dipisahkan.

Sangat banyak arahan untuk menikah dan menikahkan. Karena menikah adalah bagian utuh dari ketakwaan. Suatu ketika Anas bin Malik ra menceritakan ada tiga (kelompok) orang datang ke rumah-rumah para istri Nabi saw untuk menanyakan tentang ibadah Nabi saw. Setelah mereka diberi tahu maka mereka merasa ibadah mereka sangat sedikit.

Mereka berkata, "Dimanakah kita ini dibandingkan dengan Nabi saw padahal kesalahan beliau pasti diampuni baik yang terdahulu maupun yang akan datang". Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Saya akan shalat malam terus menerus".

Yang lain berkata, "Saya akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan berbuka". Yang lain lagi berkata, "Saya akan menjauhi perempuan dan tidak akan menikah selama-lamanya".

Rasulullah saw datang kepada mereka sembari bersabda, "Kaliankah yang telah mengucapkan begini dan begini? Ketahuilah demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut di antara kamu kepada Allah dan paling takwa kepadaNya. Tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat malam dan aku tidur, dan aku menikah dengan perempuan. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku, ia bukan dari golonganku" (HR. Bukhari dan Muslim).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun