Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menikah Itu Seperti Mendaki Gunung, Betulkah?

17 Januari 2019   20:29 Diperbarui: 17 Januari 2019   20:54 2869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay)

Anda pernah memperhatikan keindahan sebuah gunung? DImanakah letak keindahan sebuah gunung? Tentu sangat banyak. Pertama, saat kita memandang gunung itu dari kejauhan, sungguh indah pemandangan gunung dipadu dengan langit, dan alam yang ada di sekitar gunung. '

Andai dipotret oleh potografer profesional akan menghasilkan keindahan yang sempurna. Hasil potografi tersebut layak dicetak untuk menghiasi ruang tamu dan ruang keluarga di rumah kita, juga menjadi ilustrasi di kalender serta cover dari majalah. Saking indahnya, semua orang ingin ke sana. Ingin menuju gunung itu.

Kedua, saat perjalanan menuju puncak gunung. Di sepanjang perjalanan, kita disuguhi aneka pemandangan yang sangat menyegarkan mata. Hijau dedaunan, warna-warni tumbuhan, aneka pepohonan, bebatuan, rerumputan, dan apalagi segarnya udara pegunungan. 

Saya mengalami kekaguman saat mendaki ke puncak Rigi di Swiss, pemandangan di sekitar jalur pendakian sungguh eksotis. Bukan hanya pemandangan pohon dan aneka tumbuhan, namun nun jauh di sana ada danau yang sangat indah dilihat dari atas.

Ketiga, ketika sudah tiba di puncak. Saat tiba di puncak pendakian, kita menjadi sangat bahagia, karena merasa sudah sampai di tujuan. Semua lelah dan jerih payah, semua kesulitan dan hambatan sepanjang perjalanan, serasa terbayarkan oleh keberhasilan mencapai puncak pendakian.

 Pemandangan dari puncak sangatlah indah mempesona, sampai kita betah berlama-lama dan tak ingin cepat-cepat meninggalkannya. Saat kita berada di Puncak Penanjakan di kawasan Bromo Tengger, misalnya, kita akan disuguhi pemandangan super eksotis. 

Selain menyaksikan peristiwa sunrise, kita menyaksikan gugusan kabut tebal yang menyelimuti kaki gunung Batok, dipadu dengan keindahan alam sekitar yang sangat menakjubkan.

Tak Hanya Keindahan
Namun, apakah yang didapatkan di gunung semuanya tentang keindahan? Apakah tentang hal yang menyenangkan? Tentu saja tidak. Semua pecinta gunung tahu, ada bahaya, ancaman dan kesulitan saat melakukan pendakian hingga ke puncak. 

Saat dilihat dari jauh, yang tampak hanyalah keindahan dan keelokan, yang membuat orang memotret dan ingin mengunjungi gunung tersebut. Namun setelah memulai pendakian, ternyata jalannya licin berliku, naik tajam, penuh tantangan dan rintangan. 

Selain menyaksikan keindahan pemandangan, kita juga harus melakukan perjuangan ---yang terkadang sangat berat. Misalnya saat cuaca tidak bersahabat, sangat dingin, hujan deras, petir menyambar-nyambar.

Dalam perjalanan mendaki, kadang kita harus melewati jalanan terjal, sempit, di samping ada jurang nan dalam menganga. Jika jatuh, tamat riwayat kita. Bukan hanya itu, di hutan tentu ada banyak binatang berbahaya. 

Mungkin kita ketemu ular berbisa, mungkin kita ketemu harimau, banyak kera liar, dan aneka satwa hutan lainnya. Di titik ini, orang yang kecil nyalinya akan mengatakan, ternyata gunung tak seindah yang aku kira. 

Ternyata gunung hanya indah dipandang dari kejauhan, namun mengerikan saat sudah memulai pendakian. Bagi yang berjiwa besar, mereka akan mengatakan, inilah yang mengasyikkan. Inilah yang membuat hidup lebih hidup.

Ada yang memutuskan turun, kembali pulang karena ngeri dengan tantangan yang dihadapi. Ada yang memutuskan berhenti di suatu titik peristirahatan, dan tidak meneruskan pendakian, karena merasa lelah dan tak sanggup untuk melanjutkannya. Inilah orang-orang lemah dan kalah. Mereka gagal mencapai puncak yang sangat indah.

Pernikahan Seperti Mendaki Gunung
Demikianlah gambaran tentang pernikahan dan kehidupan berumah tangga. Menikah itu tampak indah, jika dilihat dari kejauhan. Duduk berdua di pelaminan, dengan hiasan yang indah warna-warni, senyum berseri-seri, banyak tamu menghadiri, banyak hidangan menanti, betapa indah dan menggetarkan hati. 

Para jomblo sangat ingin segera duduk di pelaminan sebagai pengantin, bukan duduk di kursi tamu sebagai undangan. Ini seperti kekaguman orang yang melihat gunung dari kejauhan. Sangat indah menawan, membuat ingin mendatangi gunung itu.

Menikah menjadi cerita dan mimpi paling indah bagi para lajang yang belum mendapatkan jodoh. Bertebaran status "semoga" yang menandakan keinginan untuk segera merasakan dan menikmati keindahan sebuah pernikahan dan hidup berumah tangga. Teringat kata sakti dalam kisah roman, "maka mereka hidup bahagia selama-lamanya". 

Pada akhirnya, pernikahan selalu menjadi cerita bertabur harapan dan keindahan, disertai perasaan berbunga-bunga menunggu hari indah itu tiba. Inilah keindahan pernikahan yang dilihat oleh mereka yang belum melakukannya.

Setelah menikah dan memasuki kehidupan berumah tangga, masa pendakian itupun telah dimulai. Tentu ada sangat banyak kejutan yang sangat indah. Menyaksikan aneka keindahan selama masa perjalanan pendakian. 

Sebagai pengantin baru mereka memasuki fase romantic love atau bulan madu yang sangat indah menyenangkan. Luar biasa keindahan dan kenikmatan yang mereka reguk berdua di masa bulan madu ini. Isinya hanyalah gambira, bahagia, senang, asyik dan keindahan yang tak terlukiskan oleh kata-kata.

Pengantin baru harus waspada dan berhati-hati. Seindah-indahnya gunung, selalu ada sisi ancaman, rintangan, kesulitan dan bahaya saat mendaki menuju puncaknya. Pengantin baru yang semula hanya menyaksikan keindahan, pada akhirnya akan menemukan juga kejutan berupa hal yang menakutkan dan membahayakan. 

Pasangan suami istri mulai memasuki fase distress atau disapointmen, dimana mereka mulai saling merasakan kekecewaan, kepedihan, kemarahan, saling menyalahkan, satu dengan yang lainnya. 

Seperti pendaki gunung yang mulai bertemu jalanan terjal, licin, sempit, banyak hambatan, dan di sekitar ada bahaya berupa jurang yang sangat dalam, namun juga binatang yang liar serta berbahaya.

Pasangan suami istri harus menguatkan kesabaran dan mengokohkan kebersamaan untuk menghadapi berbagai gangguan, hambatan, ancaman, kesulitan di dalam kehidupan pernikahan mereka. 

Teruslah belajar mengenali pasangan, belajar dan berproses menjadi suami yang baik, belajar dan berproses menjadi istri yang baik, membuka diri, menundukkan ego, mengendalikan emosi, agar bisa melewati fase-fase sulit tersebut dengan sukses. 

Jangan terjatuh ke dalam jurang, ini bisa fatal. Jangan kehilangan kewaspadaan, karena ada binatang buas yang siap menerkam. Bersabar, dan terus beradaptasi bersama pasangan, ini yang akan menjadi kunci melewati berbagai kesulitan.

Ketika mereka tidak siap menghadapi berbagai rintangan dan hambatan, tak sedikit yang memutuskan untuk berhenti. Pernikahan penuh konflik yang tak mampu mereka selesaikan. Kehidupan berumah tangga layaknya drama yang sangat menyedihkan. 

Keindahan yang dulu dibayangkan ternyata jauh dari kenyataan. Akhirnya mereka memutuskan berpisah atau bercerai. Ini seperti pendaki yang gagal mencapai puncak, karena takut menghadapi tantangan pendakian. Mereka memilih turun kembali, tidak meneruskan pendakian gunung.

Jika pasangan suami istri mampu bersikap bijak dan dewasa dalam melewati berbagai kesulitan dan persoalan, mereka akan sampai juga ke puncak kenikmatan hidup berumah tangga. 

Inilah fase real love, dimana pasangan suami istri telah memiliki kesejiwaan, menjadi sahabat abadi dalam suka dan duka, memiliki bonding yang kuat dan tak terpisahkan. 

Di level ini, mereka merasakan kedalaman cinta yang tulus, kebersamaan yang menenangkan, kepuasan pernikahan yang utuh, sehingga kehidupan berumah tangga benar-benar dirasakan sebagai berkah dan anugrah terindah. Ini seperti para pendaki setelah berhasil mencapai puncak gunung.

Level real love bagi pasangan suami istri, seperti duduk istirahat di puncak gunung, menikmati kopi panas serta makanan ringan, menghirup kesejukan udara yang luar biasa, menyaksikan pemandangan dari puncak yang sangat mempesona. 

Melihat ke seluruh penjuru, yang ada hanyalah keindahan yang menakjubkan. Rasanya seperti di surga, ya, surga dunia. Surga rumah tangga, baiti jannati.

Selamat mendaki keindahan puncak, jangan berhenti, jangan menepi. Insyaallah anda akan sampai.

Kendari, 17 Januari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun