Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menikah Itu Seperti Mendaki Gunung, Betulkah?

17 Januari 2019   20:29 Diperbarui: 17 Januari 2019   20:54 2869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay)

Seperti pendaki gunung yang mulai bertemu jalanan terjal, licin, sempit, banyak hambatan, dan di sekitar ada bahaya berupa jurang yang sangat dalam, namun juga binatang yang liar serta berbahaya.

Pasangan suami istri harus menguatkan kesabaran dan mengokohkan kebersamaan untuk menghadapi berbagai gangguan, hambatan, ancaman, kesulitan di dalam kehidupan pernikahan mereka. 

Teruslah belajar mengenali pasangan, belajar dan berproses menjadi suami yang baik, belajar dan berproses menjadi istri yang baik, membuka diri, menundukkan ego, mengendalikan emosi, agar bisa melewati fase-fase sulit tersebut dengan sukses. 

Jangan terjatuh ke dalam jurang, ini bisa fatal. Jangan kehilangan kewaspadaan, karena ada binatang buas yang siap menerkam. Bersabar, dan terus beradaptasi bersama pasangan, ini yang akan menjadi kunci melewati berbagai kesulitan.

Ketika mereka tidak siap menghadapi berbagai rintangan dan hambatan, tak sedikit yang memutuskan untuk berhenti. Pernikahan penuh konflik yang tak mampu mereka selesaikan. Kehidupan berumah tangga layaknya drama yang sangat menyedihkan. 

Keindahan yang dulu dibayangkan ternyata jauh dari kenyataan. Akhirnya mereka memutuskan berpisah atau bercerai. Ini seperti pendaki yang gagal mencapai puncak, karena takut menghadapi tantangan pendakian. Mereka memilih turun kembali, tidak meneruskan pendakian gunung.

Jika pasangan suami istri mampu bersikap bijak dan dewasa dalam melewati berbagai kesulitan dan persoalan, mereka akan sampai juga ke puncak kenikmatan hidup berumah tangga. 

Inilah fase real love, dimana pasangan suami istri telah memiliki kesejiwaan, menjadi sahabat abadi dalam suka dan duka, memiliki bonding yang kuat dan tak terpisahkan. 

Di level ini, mereka merasakan kedalaman cinta yang tulus, kebersamaan yang menenangkan, kepuasan pernikahan yang utuh, sehingga kehidupan berumah tangga benar-benar dirasakan sebagai berkah dan anugrah terindah. Ini seperti para pendaki setelah berhasil mencapai puncak gunung.

Level real love bagi pasangan suami istri, seperti duduk istirahat di puncak gunung, menikmati kopi panas serta makanan ringan, menghirup kesejukan udara yang luar biasa, menyaksikan pemandangan dari puncak yang sangat mempesona. 

Melihat ke seluruh penjuru, yang ada hanyalah keindahan yang menakjubkan. Rasanya seperti di surga, ya, surga dunia. Surga rumah tangga, baiti jannati.

Selamat mendaki keindahan puncak, jangan berhenti, jangan menepi. Insyaallah anda akan sampai.

Kendari, 17 Januari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun