Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Catatan Akhir Tahun 2018, Belum Ada Perbaikan Ketahanan Keluarga

31 Desember 2018   10:25 Diperbarui: 31 Desember 2018   23:06 3965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: dwiezmiany.com

Pada tahun 2016 terjadi 365.654 perceraian setiap tahun. Berarti rata-rata terjadi 30.471 perceraian setiap bulan, atau 1.016 perceraian setiap hari, atau 42,32 perceraian setiap jam. Pada tahun 2017 terjadi 374.516 perceraian setiap tahun. Berarti rata-rata terjadi 31.209 perceraian setiap bulan, atau 1.040 perceraian setiap hari, atau 43,35 perceraian setiap jam.

Inilah kondisi ketahanan keluarga Indonesia, hingga tahun 2017 lalu. Kementrian Agama RI belum mengeluarkan data resmi angka perceraian di tahun 2018 ini. Namun jika melihat tren tiga tahun tersebut, patut diduga jumlah ini sudah meningkat lagi. 

Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, Abdul Manaf membenarkan tren angka perceraian setiap tahunnya mengalami peningkatan terutama sejak terjadinya krisis ekonomi moneter 1997 - 1998 lalu, hingga saat ini yang berpengaruh pada tingkat angka perceraian di berbagai daerah.

Rekomendasi Penting

Melihat kecenderungan peningkatan angka perceaian tersebut, berbagai rekomendasi penting perlu kita ulang dan kita suarakan lagi di akhir 2018 ini.

Pertama, Keharusan Persiapan Menjelang Pernikahan

Sesungguhnya sudah ada nomenklatur program kursus calon pengantin yang dimiliki Kementrian Agama, akan tetapi pada praktiknya program ini tidak berjalan secara efektif. Program tidak terlaksana secara terstruktur, sistematis dan massif. Sangat banyak calon pengantin yang kurang pembekalan, kurang persiapan, kurang pengetahuan, dan kurang pemahaman. 

Dampak dari berbagai kekurangan sejak awal adalah, lemahnya pondasi hidup berumah tangga. Jika pondasi lemah, pasti bangunan yang berdiri di atasnya juga lemah. Kegiatan Sekolah Pranikah, Kuliah Pranikah, Seminar Pranikah, Pelatihan Pranikah, Kursus Calon Pengantin, dan yang semacam itu, dilakukan secara swadaya oleh kelompok masyarakat. 

Kelompok masyarakat penyelenggara kegiatan ini, tidak bisa memastikan semua calon pengantin telah mengikutinya, karena tidak ada kewajiban sertifikasi bagi calon pengantin. Padahal ada sangat banyak ilmu pengetahuan yang sangat penting untuk membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia, harmonis dan sejahtera.

Pemerintah harus menggandeng semua pihak untuk menjalankan program pembinaan menjelang pernikahan ini. Perkawinan akan bisa langgeng dan utuh apabila semua pihak mengerti dan mampu menjalani konsekuensi dari peran dan tanggung jawab sebagai suami, istri dan orangtua. 

Hal ini bisa diupayakan melalui pembinaan sejak dini, melalui bangku pendidikan formal, nonformal maupun informal. Tanpa program ini, dikhawatirkan angka perceraian akan semakin meningkat setiap tahunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun